Salahuddin Al Ayyubi

Posted in Kamis, 30 Juni 2011
by Unknown



Salahuddin dibesarkan sama seperti anak-anak orang Kurdi biasa. Pendidikannya juga seperti orang lain, belajar ilmu-ilmu sains di samping seni peperangan dan mempertahankan diri. Tiada seorangpun yang menyangka sebelum ia menguasai Mesir dan menentang tentara Salib bahwa anak Kurdi ini suatu hari nanti akan merampas kembali Palestina dan menjadi pembela akidah Islamiah yang hebat. Dan tiada siapa yang menyangka pencapaiannya demikian hebat sehingga menjadi contoh dalam memerangi kekufuran hingga ke hari ini.
Walau bagaimanapun Allah telah mentakdirkannya untuk menjadi pemimpin besar pada zamannya dan Allah telah menyediakan dan memudahkan jalan-jalannya untuk menjadi pemimpin agung itu. Ketika ia menjadi tentara Al-Malik Nuruddin, Sultan Aleppo, ia diperintahkan untuk pergi ke Mesir. Pada masa itu Mesir diperintah oleh Dinasty Syi'ah Fatimiyyah yang tidak bernaung di bawah khalifah. Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis bahwa Salahuddin sangat berat dan memaksa diri untuk pergi ke Mesir bagaikan orang yang hendak di bawa ke tempat pembunuhan (Bahauddin, 1234).
Tetapi itulah sebenarnya apa yang dimaksudkan dengan firman Allah, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu" (Al-Baqarah:216)

Perjuangan Hidup Salahuddin Al-Ayubi
Ketika Salahuddin menguasai Mesir, ia tiba-tiba berubah. Ia yakin bahwa Allah telah mempertanggung-jawabkan kepadanya satu tugas yang amat berat yang tak mungkin dapat dilaksanakan jika ia tidak bersungguh-sungguh. Bahauddin telah menuliskan dalam catatannya bahwa Salahuddin sangat baik ketika menjadi pemerintah Mesir. Dunia dan kesenangannya telah lenyap dari pandangan matanya. Dengan hati yang rendah dan syukur kepada Allah ia telah menolak godaan-godaan dunia dan segala kesenangannya (Bahauddin, 1234).

Bahkan Stanley Lane Poole (1914) telah menuliskan bahwa Salahuddin mengubah cara hidupnya menuju yang lebih keras. Ia bertambah wara' dan menjalani hidup yang lebih berdisiplin dan sederhana. Ia mejauhkan diri dari corak hidup bersenang-senang dan memilih corak hidup "Spartan" yang menjadi contoh kepada tentaranya. Ia menumpukan seluruh tenaganya untuk satu tujuan yaitu untuk membina kekuasaan Islam yang cukup kuat untuk menghalau orang kafir dari tanah air Islam.

Salahuddin pernah berkata, "Ketika Allah menganugerahkan aku bumi Mesir, aku yakin Dia juga bermaksud Palestina untukku. Semangat inilah menyebabkan ia memenangkan perjuangan Islam, ia telah menyerahkan dirinya untuk jalan jihad.




Semangat Jihad Salahuddin Al-Ayubi

Fikiran Salahuddin sentiasa tertumpu kepada jihad di jalan Allah. Bahauddin telah menulis bahwa bahwa semangat Salahuddin yang berkobar-kobar untuk berjihad menentang tentara Salib telah menyebabkan jihad menjadi tajuk perbincangan yang paling digemarinya. Ia sentiasa meluangkan seluruh tenaganya untuk memperkuat pasukan tentaranya, mencari mujahid-mujahid dan senjata untuk tujuan berjihad.

Jika ada siapapun yang berbicara kepadanya berkenaan jihad ia akan memberikan penuh perhatian. Sehubungan dengan ini ia lebih banyak di dalam tenda perang daripada duduk di istana bersama sanak keluarga. Siapa saja yang menggalakkannya berjihad akan mendapat kepercayaannya. Siapa saja yang memerhatikannya akan dapat melihat apabila ia telah mengawali jihad melawan tentara salib ia akan menumpahkan seluruh perhatiannya kepada persiapan perang dan menaikkan semangat tentaranya.

Dalam medan peperangan ia bagaikan seorang ibu yang garang kehilangan anak tunggal akibat dibunuh oleh tangan jahat. Ia akan bergerak dari satu ujung medan peperangan ke ujung yang lain untuk mengingatkan tentaranya supaya benar-benar berjihad di jalan Allah semata-mata. Ia juga akan pergi ke seluruh pelosok negeri dengan mata yang berlinang mengajak manusia supaya bangkit membela Islam.

Ketika ia mengepung Acre ia hanya minum, itupun setelah dipaksa oleh dokter pribadinya tanpa makan. dokter itu berkata bahwa Salahuddin hanya makan beberapa suap makanan semenjak hari Jumat hingga Senin karena ia tidak mau perhatiannya terhadap peperangan terganggu. (Bahauddin, 1234)

Peperangan Salib di Hittin

Salah satu peperangan yang sengit telah terjadi antara tentara Salahuddin dengan tentara Salib di kawasan Tiberias di kaki bukit Hittin. Akhirnya pada 24 Rabiul-Akhir, 583 H, tentara Salib telah kalah. Dalam peperangan ini Raja Kristen yang memerintah Palestina telah ditawan beserta adiknya Reynald de Chatillon. Pembesar-pembesar lain yang dapat ditawan ialah Joscelyn de Courtenay, Humphrey de Toron dan beberapa orang ternama yang lain. Banyak juga tentara-tentara Salib berpangkat tinggi telah tertawan. Stanley Lane-Poole menceritakan bahwa dapat dilihat seorang tentara Islam telah membawa 30 orang tentara Kristen yang ditawannya sendiri diikat dengan tali tenda.

Mayat-mayat tentara Kristen tertimbun di atas batu dan di antara salib-salib yang patah, potongan tangan dan kaki dan kepala-kepala manusia berguling seperti buah kelapa. Diperkirakan 30,000 tentara Kristen telah mati dalam peperangan ini. Setahun setelah peperangan, timbunan tulang dapat dilihat memutih dari jauh.
Kecintaan Salahuddin Al-Ayubi kepada Islam

Peperangan Hittin telah menyerlahkan kecintaan Salahuddin kepada Islam. Stanley Lane-Poole menulis bahwa Salahuddin bertenda di medan peperangan semasa peperanggan Hittin. Pada satu ketika setelah tendanya didirikan diperintahkannya tawanan perang dibawa ke hadapannya. Maka dibawalah Raja Palestina dan Reynald de Chatillon masuk ke tendanya. Dipersilakan sang Raja duduk di dekatnya. Kemudian ia bangun pergi ke hadapan Reynald lalu berkata, "Dua kali aku telah bersumpah untuk membunuhnya. Pertama ketika ia bersumpah akan melanggar dua kota suci dan kedua ketika ia menyerang jamaah haji. Ketahuilah aku akan menuntut bela Muhammad SAW atasnya". Lalu ia menghunuskan pedangnya dan menusuk leher kepala Reynald. Mayatnya kemudian dibawa keluar oleh pengawal dari tenda.

Raja Palestina apabila melihat adiknya dipancung, ia mengeletar kerana menyangka gilirannya akan tiba. Tetapi Salahuddin menjamin tidak akan mengapa-apakannya sambil berkata, "Bukanlah kelaziman seorang raja membunuh raja yang lain, tetapi orang itu telah melanggar segala batas, jadi terjadilah apa yang telah terjadi".

Tindakan Salahuddin adalah disebabkan kebiadaban Reynald kepada Islam dan Nabi Muhammad SAW. Bahauddin bin Shaddad, penasihat kepercayaan Salahuddin menulis bahwa bila jamaah haji dari Palestina diserang dicederakan tanpa belas kasihan oleh Reynald, di antara tawanannya merayu supaya mereka dikasihani. Tetapi Reynald dengan angkuhnya mengatakan, "Mintalah kepada Nabi kamu, Muhammad, untuk menyelematkan kamu". Ketika ia mendengar berita ini ia telah berjanji akan membunuh Reynald dengan tangannya sendiri apabila ia dapat menangkapnya.

Salahuddin Menguasai Baitul Maqdis

Kemenangan peperangan Hittin telah membuka jalan mudah kepada Salahuddin untuk menawan Baitul Maqdis. Bahauddin telah mencatat bahwa Salahuddin sangat bermaksud untuk menguasai baitul Maqdis hingga bukitpun akan mengecut dari hasrat yang kuat di dalam hatinya. Pada hari Jumat, 27 Rajab, 583H, iaitu pada hari Isra' Mi'raj, Salahuddin telah memasuki Kota Suci tempat Rasulullah SAW bermi'raj.

Dalam catatan Bahauddin ia menyatakan inilah kemenangan atas kemenangan. Ramai orang yang terdiri dari ulama, pembesar-pembesar, dan rakyat biasa datang merayakan gembira kemenangan ini. Banyak orang datang dari pantai dan hampir semua ulama-ulama dari Mesir dan Syria datang untuk mengucapkan selamat kepada Salahuddin. Laungan "Allahhu Akbar" dan "Tiada tuhan melainkan Allah" telah memenuhi langit.

Setelah 90 tahun kini sembahyang Jumat telah diselenggarakan semula di Baitul Maqdis. Salib yang terpampang di 'Dome of Rock' telah diturunkan. Betapa hebatnya peristiwa ini tidak dapat digambarkan.

Salahuddin yang Penyayang

Sifat penyayang dan belas kasihan Salahuddin semasa peperangan ini sangat jauh berbeda daripada kekejaman musuh Kristennya. Ahli sejarah Kristen pun mengakui hal ini. Lane-Poole mengisahkan bahwa kebaikan hati Salahuddin telah mencegahnya dari perbuatan balas dendam. Ia telah menuliskan yang Salahuddin telah menunjukkan ketiggian akhlaknya ketika orang-orang Kristen menyerah kalah. Tentaranya sangat bertanggung jawab, menjaga peraturan di setiap jalan, mencegah segala bentuk kekerasan hinggakan tiada kedengaran orang-orang Kristen diperlakukan tidak baik.

Semua jalan keluar-masuk ke Baitul Maqdis ditangannya dan seorang yang amanah telah dilantik di pintu Nabi Daud untuk menerima uang tebusan daripada orang-orang Kristen yang ditawan. Lane-Poole juga telah menuliskan bahwa Salahuddin telah mengatakan kepada pegawainya, "Adikku telah membuat infak, Padri besar pun telah bederma. Sekarang giliranku pula". Lalu ia memerintahkan pegawainya mewartakan di jalan-jalan Jerusalem bahwa siapapun yang tidak mampu membayar tebusan boleh dibebaskan, maka begitu ramailah orang keluar dari pintu St. Lazarus dari pagi hingga ke malam. Ini merupakan sedekah Salahuddin kepada orang miskin tanpa menghitung bilangan mereka.

Selanjutnya Lane-Poole menuliskan bagaimana pula tindak-tanduk tentara Kristen ketika menguasai Baitul Maqdis kali pertama pada tahun 1099. Telah tercatat dalam sejarah bahwa ketika Godfrey dan Tancred menunggang kuda di jalan-jalan Jerusalem jalan-jalan itu 'tersumbat' dengan mayat-mayat, orang-orang Islam yang tidak bersenjata disiksa, dibakar dan dipanah dari jarak dekat di atas bumbung dan menara rumah-rumah ibadah. Darah yang membasahi bumi yang mengalir dari pembunuhan orang-orang Islam secara beramai-ramai sebenarnya telah mencermarkan kesucian gereja di mana sebelumnya kasih sayang sentiasa diajarkan. Maka sangat bernasib baik orang-orang Kristen apabila mereka dilayani dengan baik oleh Salahuddin. Lane-Poole juga menulis, jika hanya kulit sejarah penaklukan Jerusalem saja yang diketahui mengenai Salahuddin, maka ia sudah cukup membuktikan dialah seorang penakluk yang penyantun dan baik hati di zamannya.

Perang Salib Ketiga

Perang Salib pertama ialah kejatuhan Palestina kepada orang-orang Kristen pada tahun 1099 (490H) manakala yang kedua telah dimenangkan oleh Salahuddin dalam peperangan Hittin pada tahun 583H (1187M) di mana beberapa hari kemudian ia telah menguasai Baitul Maqdis tanpa perlawanan. Kekalahan tentara Kristen ini telah menggegarkan seluruh dunia Kristen. Maka bantuan dari Eropa pun dicurahkan ke bumi Palestina. Hampir semua raja dan panglima perang dari dunia Kristen seperti Fredrick Barbarossa raja Jerman, Richard The Lion raja England, Philips Augustus raja Perancis, Leopold dari Austria, Duke of Burgundy dan Count of Flanders telah bersekutu menyerang Salahuddin yang hanya dibantu oleh beberapa pembesarnya dan saudara angkatnya serta tentaranya untuk mempertahankan kehormatan Islam. Berkat pertolongan Allah mereka tidak dapat dikalahkan oleh tentara bersekutu yang besar itu.

Peperangan ini berlanjutan selama 5 tahun hingga menyebabkan kedua belah pihak menjadi lesu dan jemu. Akhirnya kedua belah pihak bersetuju untuk memuat perjanjian di Ramla pada tahun 588H. Perjanjian ini mengakui Salahuddin adalah pengusa Palestina seluruhnya kecuali bandar Acra diletakkan di bawah pemerintahan Kristen. Maka berakhirlah peperangan Salib ketiga.

Lane-Poole telah menulis bahwa perjanjian ini sebagai berakhirnya Perang Suci yang telah berlangsung selama 5 tahun. Sebelum kemenangan besar Hittin pada bulan Juli, 1187 M, tiada satu inci pun tanah Palestina di dalam tangan orang-orang Islam. setelah Perjanjian Ramla pada bulan September, 1192 M, keseluruhannya menjadi milik mereka kecuali satu jalur kecil dari Tyre ke Jaffa. Salahuddin tidak ada rasa malu apapun dengan perjanjian ini walaupun sebahagian kecil tanah Palestina masih di tangan orang-orang Kristen.

Atas seruan Pope, seluruh dunia Kristen telah mengangkat senjata. Raja England, Perancis, Sicily dan Austria serta Duke of Burgundy, Count of Flanders dan beratus-ratus lagi pembesar-pembesar telah bersekutu membantu Raja dan Putra Mahkota Palestina untuk mengembalikan kerajaan Jerusalem kepada pemerintahan Kristen. Walau bagaimanapun ada raja yang mati dan ada yang balik dan sebahagian pembesar-pembesar Kristen telah terkubur di Tanah Suci itu, tetapi Tanah Suci itu masih di dalam tangan Salahuddin.

Selanjutnya Lane-Poole menulis bahwa, seluruh kekuatan dunia Kristen yang telah beraliansi dalam peperangan Salib ketiga tidak menggoyahkan kekuatan Salahuddin. Tentaranya mungkin telah jemu dengan peperangan yang menyusahkan itu tetapi mereka tidak pernah mundur apabila diseru untuk berjihad jiwa raga mereka di jalan Tuhan. Tentaranya yang berada jauh di lembah Tigris di Iraq kadang mengeluh dengan tugas yang tidak henti-henti, tetapi ketaatan meraka yang tidak pernah pudar.

Bahkan dalam peperangan Arsuf, tentaranya dari Mosul, Iraq telah menunjukkan ketangkasan yang hebat. Dalam peperangan ini, Salahuddin memang boleh memberikan kepercayaan kepada tenatra-tentaranya dari Mesir, Mesopotamia, Syria, Kurds, Turkmans, Arab dan bahkan orang-orang Islam dari mana-mana saja. Walaupun mereka berlainan bangsa dan kaum tetapi Salahuddin telah dapat menyatukan mereka di atas jalan Tuhan dari pada awal peperangan pada tahun 1187 hinggalah berakhirnya pada tahun 1192.

Lane-Poole dalam tulisannya menyebutkan bahwa Salahuddin sentiasa bermajlis syura. Ia mempunyai majlis syura (musyawarah) yang membuat keputusan-keputusan ketentaraan. Kadang-kadang majlis ini membatalkan keputusan Salahuddin sendiri. Dalam majlis ini tiada siapa yang mempunyai suara lebih berat tiada yang lebih mempengaruhi fikiran Salahuddin, semuanya sama saja. Dalam majlis itu ada adiknya, anak-anaknya, anak saudaranya, sahabat-sahabat lamanya, pembesar-pembesar tentara, kadi, bendahara dan setiausahanya. Semuanya mempunyai sumbangan yang sama banyak dalam membuat keputusan. Pendeknya kata semuanya menyumbang dalam kepakaran masing-masing. Walaupun ada perdebatan dalam majlis itu, mereka tetap taat kepada Salahuddin.

Salahuddin yang Wara'

Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis tentang kewara'an Salahuddin. Satu hari ia berkata bahwa ia telah lama tidak pergi sembahyang berjamaah. Beliau memang suka sembahyang berjamaah, bahkan ketika sakitnya ia akan memaksa dirinya berdiri di belakang imam. Disebabkan sembahyang adalah ibadah utama yang diwajibkan oleh Rasulullah SAW, ia sentiasa mengerjakan sembahyang sunnat malam. Jika disebabkan hal tertentu ia tidak dapat sembahyang malam, ia akan menunaikannya ketika hampir subuh. Bahauddin melihatnya sentiasa sembahyang di belakang imam ketika sakitnya, kecuali tiga malam terakhir di mana ia telah tersangat lemah dan selalu pingsan.

Beliau tidak pernah ketinggalan sembahyang fardhu. Ia tidak pernah membayar zakat kerana ia tidak mempunyai harta yang cukup nisab. Ia sangat murah hati dan akan menyedekahkah apa yang ada padanya kepada fakir miskin dan kepada yang memerlukan hinggakan ketika wafatnya ia hanya memiliki 47 dirham uang perak dan satu dinar uang emas. Ia tidak meninggalkan harta.

Bahauddin juga menulis bahwa bahwa Salahuddin tidak pernah meninggalkan puasa Ramadhan kecuali hanya sekali apabila dinasihatkan oleh Qadi Fadhil. Ketika sakitnya pun ia berpuasa sehinggalah dokter menasihatkannya dengan keras supaya berbuka. Lalu ia berbuka dengan hati yang berat sambil berkata, "Aku tak tahu bila ajal akan menemuiku". Maka segera ia membayar fidyah.

Dalam catatan Bahauddin juga menunjukkan Salahuddin sangat ingin menunaikan haji ke Mekah tetapi ia tidak pernah berkesempatan. Pada tahun kewafatannya, keinginannya menunaikan haji telah menjadi-jadi tetapi tidak ditakdirkan. Ia sangat gemar mendengar bacaan Al-Qur'an. Dalam medan peperangan ia sering kali duduk mendengar bacaan Qur'an para pengawal yang ditemuinya hingga 3 atau 4 juz' semalam. Ia mendengar dengan sepenuh hati dan perhatian sehingga air matanya membasahi dagunya. Ia juga gemar mendengar bacaan hadis Rasulullah saw. Ia akan memerintahkan orang-orang yang bersamanya duduk apabila hadis dibacakan. Apabila ulama hadis datang ke kota, ia akan pergi mendengar kuliahnya. Kadang-kadang ia sendiri membacakan hadis dengan mata yang berlinang. Dalam peperangan kadang-kadang ia berhenti di antara musuh-musuh yang datang untuk mendengarkan hadis-hadis dibacakan kepadanya.

Salahuddin sangat yakin dan percaya kepada pertolongan Allah. Ia biasa meletakkan segala harapan nya kepada Allah terutama ketika dalam kesusahan. Pada suatu ketika ia berada di Jerusalem yang pada masa itu seolah-olah tidak dapat bertahan lagi daripada kepungan tentara sekutu Kristen. Walaupun keadaan sangat terdesak ia enggan untuk meninggalkan kota suci itu. Malam itu adalah malam Jumaat musim sejuk. Bahaauddin menulis bahwa, "Hanya aku dan Salahuddin saja pada saat itu”. Ia menghabiskan malam itu dengan bersembahyang dan munajat.

Pada tengah malam saya minta supaya ia berehat tetapi jawabnya, "Ku fikir kau mengantuk. Pergilah tidur sejenak". Bila hampir subuh akupun bangun dan pergi mendapatkannya. Aku dapati ia sedang membasuh tangannya. "Aku tidak tidur semalam" katanya. Setelah sembahyang subuh aku berkata kepadanya, "Kau bermunajat kepada Allah memohon pertolongan-Nya". Lalu ia bertanya, "Apa yang perlu kulakukan?"

Aku menjawab, “Hari ini hari Jumat. Engkau mandilah sebelum pergi ke masjid Aqsa. Keluarkanlah infaq dengan senyap-senyap. Apabila kau tiba di masjid, sembahyanglah dua rakaat setelah azan di tempat Rasulullah SAW pernah sembahyang sebelum mi'raj dahulu. Aku pernah membaca hadis doa yang dibaca di tempat itu adalah mustajab. Oleh itu kau bermunajadlah kepada Allah dengan ucapan Ya Tuhanku, aku telah kehabisan segala bekalanku. Kini aku mohon pertolongan-Mu. Aku menyerahkan diriku kepada-Mu. Aku yakin hanya Engkau saja menolongku dalam keadaan yang genting ini”

Aku mengatakan kepadanya, "Aku sangat berharap Allah akan mengkabulkan doamu". Lalu Salahuddin melakukan apa yang kuusulkan. “Aku berada di sebelahnya ketika bermunajat sambil menangis hingga air matanya mambasahi janggutnya dan menitik ke tempat sembahyang. Aku tidak tahu apa yang didoakannya tetapi aku melihat tanda-tanda doanya dikabulkan sebelum hari itu berakhir. Pergolakan terjadi di antara musuh-musuh yang menatijahkan berita baik bagi kami beberapa hari kemudian. Akhirnya mereka membuka tenda-tenda mereka dan berangkat ke Ramla pada hari Senin pagi”





Tingkah-laku Salahuddin Al-Ayubi

Siapa yang dekat dengannya mengatakan ia adalah seorang Islam yang taat kepada Allah, sangat peka kepada keadilan, pemurah, lembut hati, sabar dan tekun. Bahauddin bin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis bahwa ia telah memberikan waktu untuk rakyat dua kali seminggu, yaitu pada hari Senin dan Selasa. Pada masa ini ia disertai oleh pembesar-pembesar negara, ulama dan Qadi. Semua orang boleh berjumpa dengannya. Ia sendiri akan membacakan aduan yang diterimanya dan mengucapkan untuk dituliskan oleh juru tulis tindakan yang perlu diambil dan terus ditandatanganinya pada saat itu juga. Ia tidak pernah membenarkan orang meninggalkannya selagi ia belum menyempurnakan hajat orang itu. Dalam saat yang sama ia sentiasa bertasbih.

Ia adalah seorang yang mulia dan baik hati, lemah lembut, penyabar dan sangat benci kepada ketidakadilan. Ia sentiasa mengabaikan kesilapan-kesilapan pembantu-pembantu dan khadam-khadamnya. Jika mereka melakukan kesilapan yang memanaskan hatinya, ia tidak pernah menyebabkan kemarahannya menjatuhkan air muka mereka. Pada suatu ketika ia pernah meminta air minum, tetapi entah apa sebabnya air itu tidak diberikan kepadanya. Ia meminta sehingga lima kali lalu berkata, "Aku hampir mati kehausan". Ia kemudian meminum air yang dibawakan kepadanya tanpa menunjukkan kemarahan.

Bahauddin juga telah menulis bahwa beberapa peristiwa yang menunjukkan sifat pemurah dan baik hati Salahuddin. Kadang-kadang kawasan yang baru dikuasai pun diberikannya kepada pengikutnya. Satu ketika ia telah berhasil menguasai bandar 'Amad. Lalu seorang perwira tentara, Qurrah Arslan, menyatakan keinginannya untuk memerintah bandar itu. Dengan senang hati ia memberikannya. Bahkan dalam beberapa waktu ketika ia menjualkan hartanya semata-mata untuk membeli hadiah. Melihat betapa pemurahnya Salahuddin, bendaharanya selalu merahasiakan baki uang simpanan untuk cadangan yang digunakan masa sulit.

Jika ia tahu, ia akan menyedekahkan khazanah negara sehingga habis. Salahuddin pernah mengatakan ada orang baginya uang dan debu sama saja. "Aku tahu", kata Bahauddin, "Ia mengatakan dirinya". Salahuddin tidak pernah membiarkan tetamunya meninggalkannya tanpa hadiah atau sebentuk pemberian tanda penghargaan, walaupun tamunya itu seorang kafir. Raja Saida pernah melawat Salahuddin dan ia menyambutnya dengan tangan terbuka, melayaninya dengan hormat dan mengambil kesempatan menerangkan Islam. Bahkan Salahuddin sentiasa mengirimkan es dan buah-buahan kepada Richard the Lion, musuh ketatnya, ketika Raja inggeris itu sakit.

Hatinya memang sangat lembut hingga ia sangat mudah terkesan apabila melihat orang dalam kesusahan dan kesedihan. Suatu hari seorang perempuan Kristen datang mengadu kehilangan bayinya. Perempuan itu menangis dan meraung di depan Salahuddin sambil menceritakan bayinya dicuri dari tendanya. Perempuan itu seterusnya mengatakan ia telah dimaklumkan hanya Salahuddin saja yang boleh mendapatkan bayi itu kembali. Hatinya tersentuh mendengar cerita perempuan itu lalu iapun turut menangis. Ia segera memerintahkan pegawai-pegawainya mencari bayi itu di pasar hamba-sahaya. Tidak lama kemudian bayi itu telah dapat dibawa kembali lalu dengan rasa gembira mendoakan kesejahteraan Salahuddin.

Bahauddin juga menulis bahwa Salahuddin sangat kasihan belas kepada anak-anak yatim. Bila ia berjumpa anak-anak yatim ia akan mengurusi supaya ada orang menjadi penjaga anak itu. Kadang-kadang ia sendiri yang akan menjaga dan membesarkan anak yatim yang ditemuinya.

Kesungguhan dan Semangat Salahuddin Al-Ayubi

Ketika mengepung bandar Acre, Bahauddin menulis bahwa Salahuddin menderita sakit berat yang menyebabkan beliau sangat susah untuk bangun. Meskipun demikian, ia keluar menunggang kudanya untuk memeriksa tentaranya. Bahauddin bertanya kepadanya bagaimana ia bisa menahan sakitnya. Maka Salahuddin menjawab, "Penyakit akan meninggalkanku apabila menunggang kuda". Dalam keadaan yang lain ia sebenarnya dalam keadaan yang lemah akibat sakit tetapi pergi memburu musuh sepanjang malam. "
Apabila ia sakit", kata Bahauddin, Aku dan dokter akan bersamanya sepanjang malam. Ia tidak dapat tidur akibat menahan sakit, tetapi apabila pagi menjelang, ia akan menunggang kuda untuk melawan musuh. Ia menghantar anak-anaknya ke medan perang sebelum memerintahkan orang lain berbuat demikian. Aku dan dokternya bersamanya sepanjang hari menunggang kuda sehingga musuh mundur apabila senja menjelang. Ia hanya akan kembali ke tenda setelah memberikan arahan untuk gerilya pada waktu malam".

Kadang-kadang ia sediri pergi ke kawasan pertendaan tentara musuh bersama telik sandinya sesekali bahkan dua kali sehari. Ketika berperang ia sendiri akan pergi menempuh celah-celah tentara musuh yang sedang marak. Ia sentiasa mengadakan pemeriksaan ke atas setiap tentaranya dan memberikan arahan kepada panglima-panglima tentaranya

Salahuddin diberitahu bahwa ia selalu mendengar bacaan hadis pada masa lapang bukannya ketika perang. Apabila mendengar perkara ini ia segera mengarahkan supaya hadis-hadis dibacakan kepadanya ketika peperangan sedang berkecamuk dengan sengitnya. Salahuddin tidak pernah gentar dengan banyaknya tentara Salib yang datang untuk menentangnya. Suatu ketika, tentara Salib berjumah sehingga 600,000 orang, tetapi Salahuddin menghadapinya dengan tentara yang jauh lebih sedikit. Berkat pertolongan Allah ia menang, membunuh ramai musuh dan membawa banyak tawanan. Ketika mengepung Acre, pada satu petang lebih dari 70 kapal tentara musuh beserta senjata berat mendarat pada satu petang. Boleh dikatakan semua orang merasa gentar kecuali Salahuddin.
Dalam satu peperangan yang sengit pengepungan ini, serangan mendadak besar-besaran dari musuh telah menyebabkan tentara Islam kalang kabut. Tentara musuh telah menyerang tenda-tenda tentara Islam bahkan telah sampai ke tenda Salahuddin dan mencabut benderanya. Tetapi Salahuddin bertahan dengan teguhnya dan berhasil mengatur tentaranya kembali sehingga ia berhasil membalikkan kekalahan menjadi kemenangan. Musuh kalah besar dan mundur dari medan peperangan meninggalkan lebih kurang 7,000 mayat.

Bahauddin ada menulis bahwa betapa besarnya cita-cita Salahuddin. Suatu hari Salahuddin pernah berkata kepadanya, "Aku hendak beri tahu padamu apa yang ada dalam hatiku. Apabila Allah mentakdirkan seluruh tanah suci ini di bawah kekuasaanku, aku akan serahkan tanah-tanah kekuasaanku ini kepada anak-anakku, kuberikan arahan-arahanku yang terakhir lalu kuucapkan selamat tinggal. Aku akan belayar untuk menaklukkan pulau-pulau dan tanah-tanah. Aku tak akan meletakkan senjata ku selagi masih ada orang-orang kafir di atas muka bumi atau jika ajalku sampai.

Salahuddin Al-Ayubi Sebagai Ulama

Salahuddin memiliki pengetahuan agama yang kokoh. Ia juga mengetahui banyak suku kaum Arab dan adat-adat mereka, bahkan ia mengetahui sifat-sifat kuda Arab walaupun ia sebenarnya orang Kurdi. Ia sangat gemar mengumpulkan pengetahuan dan maklumat dari kawan-kawannya dan utusan-utusannya yang sentiasa berjalan dari satu penjuru ke satu penjuru negerinya. Di samping Qur'an ia juga banyak menghafal syair-syair Arab. Lane-Poole juga ada menuliskan bahwa Salahuddin ilmunya dalam dan gemar untuk mendalami bidang-bidang akidah, ilmu hadis serta sanad-sanad dan perawi-perawinya, syariah dan usul fiqh dan juga tafsir Qur'an.

Kematian Salahuddin Al-Ayubi

Pada hari Rabu, 27 Safar, 589H, pulanglah Salahuddin ke Rahmatullah setelah berhempas pulas mengembalikan tanah air Islam pada usia 57 tahun. Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis mengenai hari-hari terakhir Salahuddin. Pada malam 27 Safar, 12 hari setelah ia jatuh sakit, kondisinya sangat lemah. Syeikh Abu Ja'afar seorang yang wara' telah diminta menemani Salahuddin di Istana, bacaan Qur'an dan syahadah diperdengarkan kepadanya. Memang pada malam itu telah nampak tanda-tanda berakhirnya hayat Salahuddin. Syeikh Abu Jaafar telah duduk di tepi kastilnya semenjak 3 hari yang lepas membacakan Qur'an. Dalam masa ini Salahuddin selalu pingsan dan sadar sebentar. Apabila Syeikh Abu Jaafar membacakan ayat, "Dialah Allah, tiada tuhan melainkan Dia, Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata" (Al-Hasyr: 22), Salahuddin membuka matanya sambil senyum, mukanya berseri dan denga nada yang gembira ia berkata, "Memang benar". setelah ia mengucapkan kata-kata itu rohnya pun kembali ke Rahmatullah. Masa ini ialah sebelum subuh, 27 Safar.

Selanjutnya Bahauddin menceritakan Salahuddin tidak meninggalkan harta kecuali satu dinar dan 47 dirham ketika ia wafat. Tiada rumah-rumah, barang-barang, tanah, kebun dan harta-harta lain yang ditinggalkannya. Bahkan harta yang ditinggalkannya tidak cukup untuk upah pengkebumiannya. Keluarganya terpaksa meminjam uang untuk menanggung upah pemakaman ini. Bahkan kain kafan pun diberikan oleh seorang menterinya.

Referensi :
Bahauddin bin Shaddad. 1234M. Al Nawadir Al Sultania: Sirah Salahuddin (Bin Nawadir-I-Sultania). Mesir (1317 H)

Poole S. L. 1914. Saladin. New York

Biografi Salahuddin Al-Ayyubi oleh Abul Hassan Ali Nadwi Judul Asli : Saviors of Islamic Spirit.

Photo: Peristiwa penyerahan diri tentara Nashara di Yerusalem

Read More >>

DAFTAR NAMA-NAMA MUSUH TERBESAR SYIAH SEPANJANG SEJARAH.

Posted in
by Unknown



* Abu Bakar Assiddiq , Yang Mengobarkan Peperangan Terhadap Orang-orang Murtad Bersama Ali Bin Abi Thalib Dan Para Shabat- Yang Lain.

* Umar Al-Faruq, Orang Pertama Yang telah Menaklukkan Yarussalem, Dan Menaklukkan Negara Persi Dan Meruntuhkan Kekaisaran Kisra Serta Memadamkan Apinya. Yang Di Komandoi Oleh Sa'ad Bin Abi Waqqas, Seorang Sahabat Yang Paling Di Kafirkan Dalam Aqidah Syiah Dan Kebencian Mereka Sangat Dalam, Padahal Ali Bin Abi Thalib Juga Ikut Bagian Dalam Perang Panaklukan Negeri Persi (Iran)

* umawiyyin, Yang Telah Meperluas Kedaulatan Islam Di Timur dan Barat. Sampai-sampai Solahuddin Al-Ayyubi Penakluk Kota Yarussalem Kedua Di Angap Musuh Yang Sangat Besar Oleh Kaum Syiah, Karena Sebelum Menaklukkan Kota Yarussalem, Kaum Pertama Yang Di Perangi Oleh Sholahuddin Al Ayyubi Adalah Orang-orang Syiah, Sebab Kaum Syiah Adalah Musuh Dalam Selimut. Dan Banyak, Serta Banyak lagi Daftar Musuh Besar Bagi kaum Syiah, Termasuk Isteri-isteri Nabi Saw,

Namun Musibah Bukan Disini. Mereka Memusuhi Orang-orang mulya Di Atas Bukan Musibah Besar Bagi Kami Kaum Muslimin, (Itu Adalah Sebuah Kewajaran) Musibah Yang Besar Adalah, Manakala Nama Abu Lu'lu' Di Sebut Maka Mereka dengan Kecinta'an Yang Luar Biasa Serta Merta Mendoakan Si Abu Lu'lu' Padahal Abu Lu'lu' Adalah Seorang Majusi Penyembah Api, Abu Lu'lu' Ini Di Anggap Sebagai Pahlawan Karena Berhasil membunuh Umar Ibnu Khottab, Dan Di Anggap Orang Suci Layaknya Para Wali, Mereka Beranggapan Abu Lu'lu' Tidak Bisa Di Bakar Oleh Api Neraka, Padahal Si Abu' Lu'lu' Asli Penyembah Api , Dan Tidak pernah Mengenal Allah Dan Nabi Muhammad Saw, 

Mungkin Karena Si Abu Lu'lu' Menyembah Api, Maka Api Tidak Bisa Membakarnya..!!
Read More >>

Kedustaan syi'ah terhadap al qur'an

Posted in
by Unknown




Keyakinan bahwa Al Qur’an tidak dikumpulkan dan dihafal oleh seorang sahabatpun, hanya Ali dan para imam ahlu bait semata yang menghafalnya.

Keyakinan ini dinyatakan dengan tegas oleh pengarang Al Kafi[1] dengan berdalil dengan perkataannya (dari Jabir ia berkata,” Saya mendengar Abu Ja’far ‘alaihi sa...lam berkata,” Tidak ada seorang manusiapun yang mengaku ia telah menghafal seluruh Al Qur’an kecuali ia adalah seorang pendusta. Tiada seorangpun yang mengumpulkan dan menghafalnya sebagaimana saat turun, kecuali Ali bin Abi Thalib dan para imam sesudahnya.”

Sekarang, ketahuilah wahai orang syi’ah ---semoga Allah Ta’ala menunjukkan anda dan saya kepada agama yang benar dan jalan yang lurus---, bahwa keyakinan seperti ini yaitu meyakini tidak ada kaum muslimin yang mengumpulkan dan menghafal Al Qur’an selain para imam ahlu bait, keyakinan ini adalah keyakinan yang rusak dan batil. Tujuan dari pembuat keyakinan ini adalah mengkafirkan kaum muslimin selain ahlul bait dan syi’ah (pendukung) mereka. Cukuplah hal ini sebagai sebuah kerusakan, kebatilan dan kejahatan. Naudzu billah. Berikut ini penjelasannya:

Keyakinan ini berarti menuduh dusta setiap orang yang mengaku menghafal Al Qur’an atau mengumpulkannya dalam sebuah mushaf, seperti sahabat Utsman bin Affan, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, abdullah bin Mas’ud dan ratusan sahabat Rasulullah lainnya. Menuduh mereka sebagai para pendusta berarti telah menuduh mereka fasiq dan menganggap ‘adalah (keadilan) mereka telah gugur. Ini jelas tidak akan dikatakan oleh ahlu bait. Yang mengatakan hal seperti ini hanyalah musuh-musuh Islam dan kaum muslimin, demi membuat fitnah dan perpecahan.

Keyakinan ini berarti menganggap kaum muslimin sesat, kecuali syi’ah (pendukung) ahlu bait. Karena orang hanya beramal dengan sebagian Al Quran , tidak diragukan lagi telah kafir dan tersesat, karena ia tidak beribadah kepada Allah Ta’ala sesuai yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala, karena boleh jadi sebagian Al Qur’an yang belum dikumpulkan oleh kaum muslimin itu memuat masalah akidah, ibadah, adab dan hukum-hukum.

Konskuensi dari keyakinan ini adalah menganggap dusta firman Allah Ta’ala :

"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (QS. 15:9).
Mendustakan Allah Ta’ala jelas sebuah kekufuran.

Mungkinkah Al Qur’an hanya diketahui oleh Ahlul bait dan pengikut mereka saja??? Bukankah ini berarti memonopoli dan merampok rahmat Allah Ta’ala, dan seharusnya ahlu bait Nabi mustahil seperti itu??? Ya Allah, sesungguhnya kami benar-benar mengetahui bahwa ahlu bait Rasul-Mu berlepas diri dari kedustaan ini. Maka, wahai Allah, laknatlah orang yang berdusta dan berbohong atas nama mereka !!!!

Konskuensi dari keyakinan ini, hanya kelompok syi’ah semata yang berada di atas kebenaran dan menegakkan kebenaran. Karena hanya merekalah yang mempunyai Al Qur’an secara lengkap, maka mereka bisa beribadah sesuai dengan cara yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala. Adapun kaum muslimin selain mereka adalah sesat, karena tidak mendapatkan banyak bagian dari Al Qur’an dan petunjuk Al Qur’an. Wahai orang Syi’ah, kedustaan seperti ini tidak akan dilakukan oleh orang yang berakal waras, apalagi oleh orang yang mengaku beragama Islam dan bagian dari kaum muslimin. Tidaklah Rasulullah meninggal, kecuali Allah Ta’ala telah menyempurnakan turunnya kitab-Nya dan penjelasan kitab-Nya, sedang kaum muslimin telah menghafalnya dalam dada dan tulisan mereka. Al Qur’an telah tersebar luas di kalangan mereka, dihafal oleh para ulama dan kaum muslimin awam. Peran ahlu bait dalam mengumpulkan dan menghafal Al Qur’an tak jauh berbeda dengan peran kaum muslimin lainnya, maka bagaimana bisa dikatakan tidak ada yang menghimpun dan menghafal Al Qur’an selain ahlu bait, dan bagaimana bisa dikatakan siapa yang mengaku menghimpun atau menghafal Al Qur’an berarti ia seorang pendusta!!!

Bagaimana jika dia ditantang untuk menunjukkan Al Qur’an yang disimpan Ahlul bait, ” Tunjukkan kepada kami Al Qur’an yang dinyatakan oleh ahlu bait khusus dihafal oleh para syi’ah mereka ini. Tolong tunjukkan kepada kami satu surat atau beberapa surat.” Ia menantangnya, lantas bagaimana? Subhanallah, ini jelas sebuah kedustaan yang besar.

--------------------------------------------------------------------------------

[1] - Al Kaafi, Kitab Al-Hujjah juz 1 hal. 26.
Read More >>

Siapakah Ahlussunnah Wal jama'ah?

Posted in
by Unknown

K. H. Hasyim al-Asy`ari mengatakan:[3]

 "السُّنَّةُ كَمَا قَالَ أَبُو الْبَقَاءِ فِيْ كُلِّيَّاتِهِ: لُغَةً الطَّرِيْقَةُ وَلَوْ غَيْرَ مَرْضِيَّةً، وَشَرْعًا اسْمٌ لِلطَّرِيْقَةِ الْمَرْضِيَّةِ الْمَسْلُوْكَةِ فِي الدِّيْنِ سَلَكَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ غَيْرُهُ مِمَّنْ هُوَ عَلَمٌ فِي الدِّيْنِ كَالصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ". 

Maksudnya : "Al-Sunnah" seperti yang telah dikatakan oleh Abu al-Baqa’ di dalam kitab al-Kulliyyat, karangannya, secara literalnya adalah jalan, meskipun (jalan tersebut) tidak diridhoi.

Adapun al-Sunnah menurut istilah syara` adalah; nama bagi jalan dan perilaku yang diridhai di dalam agama yang ditempuhi oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam atau orang-orang yang dapat menjadi teladan dalam beragama seperti para sahabat radiyallahu`anhum, berdasarkan sabda Nabi sallallahu`alaihi wasallam, "Ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafa’ al-Rasyidin sesudahku"". 

Ketiga, perkataan al-Jama`ah. 

Secara etimologi, perkataan al-Jama`ah ialah segolongan manusia yang bersama-sama secara kolektif dalam mencapai suatu tujuan, sebagai antonim daripada perkataan al-Firqah iaitu sekelompok manusia yang bercerai dan memisahkan diri daripada kelompoknya yang asal. 

Adapun secara terminologi, perkataan al-Jama`ah membawa maksud; mayoritas kaum Muslimin (al-Sawad al-A`zam), dengan arti bahwa Ahl al-Sunah Wa al-Jama`ah adalah sebuah aliran yang diikuti oleh majoriti kaum Muslimin, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh al-Muhaddith al-Syaikh Abdullah al-Harari (1328-1429 H/1910-2008 M), berikut ini:[4]

 "لِيُعْلَمْ أَنَّ أَهْلَ السُّنَّةِ هُمْ جُمْهُوْرُ الأُمَّةِ الْمُحَمَّدِيَّةِ وَهُمُ الصَّحَابَةُ وَمَنْ تَبِعَهُمْ فِي الْمُعْتَقَدِ أَيْ فِيْ اُصُوْلِ الاِعْتِقَادِ...وَالْجَمَاعَةُ

 هُمُ السَّوَادُ الاَعْظَمُ". 

Maksudnya: "Hendaklah diketahui bahawa Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah adalah mayoritas umat Muhammad sallallahu`alaihi wasallam. Mereka adalah para sahabat dan golongan yang mengikuti mereka dalam perinsip-perinsip akidah…Sedangkan al-Jama`ah adalah mayoritas terbesar (al-Swad al-A`zam) [daripada kaum muslimin]". 

Pengertian perkataan al-Jama`ah adalah al-Sawad al-A`zam (majoriti kaum Muslimin) dilihat seiring dengan hadis Nabi sallallahu`alaihi wasallam:[5]

 "عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ, سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِنَّ أُمَّتِيْ لا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلالَةٍ, فَإِذَا رَأَيْتُمْ اِخْتِلافًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الأَعْظَمِ". 

Maksudnya: "Dari Anas bin Malik radiyallahu`anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. [Oleh sebab itu,] apabila kamu melihat terjadinya sesuatu perselisihan, maka hendaklah kamu ikuti kelompok yang mayoritas. 

Pengertian bahawa al-Jama`ah adalah al-Sawad al-A`zam (majoriti kaum Muslimin) juga adalah seiring dengan hadis Nabi sallallahu`alaihi wasallam:[6]

 "عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاثٌ لا يَغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ الْمُؤْمِنِ: إِخْلاصُ الْعَمَلِ، وَالنَّصِيْحَةُ لِوَلِيِّ الأَمْرِ، وَلُزُوْمُ الْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ دَعْوَتَهُمْ تَكُوْنُ مِنْ وَرَائِهِمْ".

 Maksudnya: "Ibn Mas`ud telah berkata, Nabi sallallahu`alaihi wasallam telah bersabda: Tiga perkara yang dapat membersihkan hati seseorang mukmin daripada sifat yang tidak baik, iaitu ikhlas dalam beramal, berbuat baik kepada penguasa dan selalu mengikuti (beriltizam/melazimi) kebanyakan kaum Muslimin kerana doa mereka akan selalu mengikuti mereka".

 Hadis ini memberikan pengertian bahawa orang yang selalu mengikut mainstream majoriti kaum Muslimin dalam urusan akidah dan amal saleh, maka keberkatan doa mereka akan selalu mengikuti dan melindunginya daripada sifat dengki dan kesesatan dalam beragama. Manakala bagi mereka yang keluar dari mainstream majoriti kaum Muslimin, maka mereka tidak akan memperoleh barakah doa mereka, sehingga mereka tidak akan terpelihara daripada terjebak dengan sifat dengki dan kesesatan dalam beragama. Hadis tersebut secara tidak langsung mendorong kita agar selalu menjaga kebersamaan dengan majoriti kaum Muslimin[7].

 Kedua, hadis di atas juga memberikan pengertian bahwa golongan yang terselamat adalah golongan majoriti[8].

 Pengertian ini adalah sesuai dengan mazhab al-Asy`ari dan al-Maturidi karena jika dilihat dari sudut waqi` dan realiti sejak zaman berzaman, perinsip-perinsip ajaran kedua aliran ini telah diikuti oleh majoritas kaum Muslimin di dunia dari dahulu sehingga kini. Di samping itu, hadis tersebut juga merupakan dalil keharusan mengikuti mazhab al-Asy`ari dan al-Maturidi kerana mengikuti kedua-dua aliran ini bererti mengikuti mainstream majoriti kaum Muslimin, manakala berlepas diri daripada mazhab al-Asy`ari dan al-Maturidi berarti keluar daripada mainstream majoriti kaum Muslimin. 

Dari sudut yang lain, terdapat sebahagian ulama’ yang berpendapat bahawa maksud al-Sawad al-A`zam di dalam hadis tersebut adalah merujuk kepada majoriti para ulama’ yang memiliki ilmu yang mendalam dan pendapat mereka ini dapat diikuti (mu`tabar). 

Pendapat ini telah diriwayatkan daripada Abdullah bin al-Mubarak, Ishaq bin Rahawaih dan lain-lain[9].

 Maka jika diteliti, pendapat ini adalah turut sesuai dengan mazhab al-Asy`ari dan al-Maturidi kerana berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh para pengkaji ditambah pula dengan kesepakatan para pakar, mazhab al-Asy`ari dan al-Maturidi merupakan dua aliran di bidang akidah yang telah diikuti oleh majoriti para ulama’ dari kalangan ahli fiqh, ahli tafsir, ahli tasawuf dan lain-lain. Realiti bahawa majoriti ulama’ terkemuka dalam dunia Islam sejak zaman berzaman mengikuti mazhab al-Asy`ari turut diakui oleh Abdurrahman bin Salih al-Mahmud (tokoh rujukan Wahhabi) yang mengatakan:[10]

 "Di antara sebab terbesarnya mazhab al-Asy`ari ialah, bahawa majoriti ulama’ berpegangan dengan mazhab tersebut dan menjadi pembelanya, lebih-lebih lagi para fuqaha’ mazhab al-Syafi`e dan al-Maliki…
Tokoh-tokoh yang beraliran al-Asy`ari antara lain adalah al-Baqillani, Ibn Furak, al-Baihaqi, al-Isfirayinni, al-Syirazi, al-Juwayni, al-Qusyairi, al-Baghdadi, al-Ghazzali, al-Razi, al-Amidi, al-`Izz bin Abdissalam, Badruddin bin Jama`ah, al-Subki dan masih banyak ulama’-ulama’ yang lain. 

Mereka bukan sekadar pengikut kepada mazhab al-Asy`ari sahaja, bahkan mereka juga bertindak sebagai penulis dan penyeru kepada mazhab ini. Oleh sebab itu mereka telah menyusun sekian karangan dan mempunyai pelajar yang begitu ramai". 

Hadis-hadis di atas secara realitinya tidak tepat untuk disandarkan kepada aliran-aliran sesat seperti Syi`ah Imamiyyah, Syi`ah Zaidiyyah, Khawarij, Wahhabi (mereka yang menggelarkan diri mereka sebagai kaum muda atau Salafi) dan lain-lain, kerana mereka ini tidak lain hanyalah terdiri daripada kelompok minoriti umat Islam, atau dalam kata yang lain, aliran-aliran sesat ini hanya diikuti oleh sebahagian kecil kaum muslimin. Hal tersebut berbeda dengan aliran al-Asy`ari dan al-Maturidi yang diikuti oleh majoriti kaum muslimin, baik dari kalangan orang awam mahupun dari kalangan cendiakawan, ilmuwan dan para ulama’. 

Dewasa ini, dengan berpendapat bahawa jumlah majoriti tidak dapat menjadi bukti terhadap benar dan tidak benarnya sesuatu ajaran, golongan Wahhabi telah berusaha untuk mengelirukan fahaman yang terbit daripada hadis di atas dan hadis-hadis lain yang serupa dengannya dari sudut redaksi. Menurut mereka, justeru dengan kelompok mereka (Wahhabi) yang sedikit telah menjadi bukti bahawa merekalah sebenarnya kelompok yang benar, kerana di dalam al-Qur’an sendiri sering kali disebutkan bahawa kebenaran adalah bersama kelompok yang jumlahnya minoriti, sepertimana [menurut mereka] di dalam ayat,

 “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh dan amat sedikitlah mereka ini”.(Surah Shad (38): 24),

 “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur”. (Surah Saba’ (34): 13)

 dan ayat, “Dan sebahagian besar daripada mereka tidak beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)”.(Surah Yusuf (12): 106) dan lain-lain.

 Anggapan serta dakwaan golongan Wahhabi tersebut tidak dapat diterima sama sekali. Para ulama’ mengatakan bahawa ketiga ayat di atas tidak tepat untuk dijadikan dalil bagi membenarkan kelompok yang memiliki jumlah yang minoriti berdasarkan beberapa premis. Pertama, berkaitan dengan dua ayat yang pertama, perkataan “sedikit”, dalam dua potong ayat tersebut, perlu diletakkan pada konteks “sedikit” yang relatif dan nisbi; iaitu ada kalanya diletakkan dalam pengertian sedikit yang bersifat umum dan ada kalanya dalam pengertian sedikit yang bersifat khusus. Dalam pengertian umum, jumlah kaum Muslimin adalah sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kaum non-muslim. 

Sedangkan dalam pengertian yang khusus, kaum muslim yang ikhlas, istiqamah dan konsisten secara sempurna dalam menjalankan perintah agama adalah sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mereka yang tidak konsisten secara sempurna. 

Namun semua kaum muslim yang konsisten (sama ada) dengan sempurna, konsisten yang kurang sempurna, bahkan termasuk juga mereka yang tidak konsisten menjalankan perintah agama, kesemua mereka ini tetap dikatakan muslim yang beriman. Selama mereka mengikuti akidah majoriti kaum Muslimin, mereka tetap termasuk dalam kalangan pengikut Ahl al-Sunah Wa al-Jama`ah. 

Kedua, penggunaan ayat yang ketiga iaitu ayat, “Dan sebahagian besar daripada mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan yang lain)”.(Surah Yusuf (12): 106),

 Terhadap majoriti kaum Muslimin adalah tidak tepat kerana berdasarkan kesepakatan para mufassirin, ayat tersebut turun kepada kaum penyembah bintang, penyembah berhala, umat Yahudi dan Kristian. Justeru, menggunakan ayat tersebut ke atas kaum Muslimin berarti mengikut tradisi kaum Khawarij sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Umar dalam riwayat Sahih al-Bukhari.[11]

 Pada hakikatnya ajaran yang dibawa oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam dan diteruskan oleh para sahabatnya tentang aqidah tersebut telah termaktub di dalam al-Quran dan al-Sunnah tetapi masih belum tersusun secara sistematik. Maka pada zaman yang seterusnya pengajian tentang aqidah ini di susun dengan cara yang sistematik oleh dua orang ulama’ yang mahir dalam bidang Usuluddin yang besar iaitu al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari dan al-Imam Abu al-Mansur al-Maturidi agar mudah difahami. 

Disebabkan jasa mereka begitu besar terhadap umat Islam di zamanya dan zaman selepas mereka, maka penyebutan Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah selalu dikaitkan dengan kedua-dua ulama’ ini. Berkata Sayyid Murtadha al Zabidi di dalam kitabnya “Ittihaf Sadat al-Muttaqin” syarah bagi kitab “Ihya’ `Ulumiddin” karangan al-Imam Al-Ghazali[12].

 "إِذَا أُطْلِقَ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِمْ الأَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِيْدِيَّةُ". 

Maksudnya "Apabila disebut ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah, maka yang dimaksudkan dengannya ialah golongan al-Asya`irah dan al-Maturidiyyah (fahaman atau fatwa-fatwa yang diajarkan oleh Abu al-Hassan Asy`ari dan Abu al-Mansur Al- Maturidi)". 

Berkata Syaikh Muhammad Amin yang masyhur dengan gelaran Ibn `Abidin al-Hanafi (W 1252 H) di dalam kitabnya “Radd al-Mukhtar `ala al-Durar al-Mukhtar”:

[1 "قَوْلُهُ (عَنْ مُعْتَقَدْنَا) أَيْ عَمَّا نَعْتَقِدُ مِنْ غَيْرِ الْمَسَائِلِ الْفَرْعِيَّةِ مِمَّا يَجِبُ اعْتِقَادُهُ عَلَى كُلِّ مُكَلَّفٍ بِلا تَقْلِيْدِ أَحَدٍ، وَهُوَ مَا عَلَيْهِ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَهُمْ الأَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِيْدِيَّةُ، وَهُمْ مُتَوَافِقُوْنَ إِلا فِيْ مَسَائِلَ يَسِيْرَةٍ أَرْجَعَهَا بَعْضُهُمْ إِلَى الْخِلافِ اللَّفْظِيِّ كَمَابَيْنَ فِيْ مَحَلِّهِ".

 Maksudnya: "Berarti: Iaitu pada apa yang kami beriktiqad pada bukan masalah-masalah cabang (iaitu masalah akidah), daripada perkara yang wajib beriktiqad oleh setiap mukalaf tanpa taklid seseorang ialah atas jalan Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah dan mereka adalah al-Asya`irah (pengikut Abu al-Hassan al-Asy`ari) dan al-Maturidiyyah (pengikut Abu al-Mansur al-Maturidi) Dan mereka adalah sama pandangan kecuali pada beberapa perkara kecil yang dirujuk oleh sebahagian mereka sebagai khilaf lafzi sahaja sebagaimana mereka menerangkannya di tempat perbincangannya". 

Telah berkata al-Syaikh Hassan Ibrahim di dalam kitabnya Tarikh al-Islam al-Siyasi Wa al-Din Wa al-Thaqafi Wa al-Ijtimaie:

[14] "وَلَمْ يُطْلَقُ اِسْمُ ((أَهْلُ السُّنَّةِ)) إِلا فِى الْعَصْرِ العَبَّاسِى الأَوَّلِ فِى الْوَقْتِ الَّذِىْ تَطَوَّرَ فِيْهِ مَذْهَبُ الْمُعْتَزِلَةِ، حَتىَّ أَصْبَحَ يُطْلَقُ اِسْمُ ((أَهْلِ السُّنَّةِ)) عَلَى كُلِّ مَنْ يَتَمَسَّكُ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، وَاسْمُ ((الْمُعْتَزِلَةِ)) عَلَى كُلِّ مَنْ يَأْخُذُ بِالْكَلامِ وَالنَّظَرِ. أَمَّا فِىْ صَدْرِ الإِسْلامِ فَكَانَ يُطْلَقُ عَلَى كُلِّ مَنْ يَتَمَسَّكُ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ اِسْمُ ((الصَّحَابَةِ))، لأَنَّهُمْ اِجْتَمِعُوْا مَعَ الرَّسُوْلِ وَنَاصَرُوْهُ. كَمَا أَطْلِقُ عَلَى مَنْ أَنَى بَعْدَ هُمْ الأَتْبَاعُ وَأَتْبَاعُ الأَتْبَاعِ. وَظَلَّتِ الْحَالُ كَذَلِكَ إِلَى أَنِ انْتَصَرَ أَبُوْ الْحَسَنِ الأَشْعَرِىِّ وَأَتْبَاعُهُ عَلَى الْمُعْتَزِلَةِ، وَاضْمَحَلَتْ أَكْثَرَ الْفِرَقِ الإِسْلامِيَّةِ الأَخْرَىْ، فَلَمْ يَعُدْ هُنَاكَ سِوَىْ الشِّيَعَةُ وَأَهْلُ السُّنَّةِ، فَيُقَالُ هَذَا شِيْعِىْ وَذَاكَ سَنِّىْ، وَاسْتَمَرَّتْ هَذِهِ التَّسْمِيَةُ إِلَى الْوَقْتِ الْحَاضِرِ." 

Maksudnya: "Istilah ahl al-Sunnah hanya digunakan bermula pada zaman permulaan kerajaan Abbasiyyah iaitu zaman di mana mazhab mu`tazilah sedang berkembang. Pada ketika itu penggunaan istilah ahl al-Sunnah merujuk kepada mereka yang berpegang dengan al-Quran dan al-Sunah, manakala istilah mu`tazilah pula digunakan bagi merujuk kepada mereka yang terlibat dalam siri-siri perdebatan. 

Adapun pada zaman awal Islam, istilah sahabat telah digunakan bagi merujuk kepada mereka yang berpegang teguh dengan al-Quran dan al-Sunnah kerana mereka semua telah berhimpun bersama-sama Rasulullah dan membantu baginda. 

Penggunaan istilah ini berterusan sehinggalah al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari bersama pengikut dapat mengalahkan golongan mu`tazilah (dalam masa yang sama) aliran-aliran yang lain di dalam Islam terjadi semakin lemah, (akhirnya) hanya tinggal dua golongan sahaja yang masih kekal pada ketika itu, iaitulah al-Syi`ah dan ahl al-Sunnah, maka dikatakan satu golongan sebagai Syi`e dan satu golongan yang satu lagi sebagai Sunniy. 

Penamaan/gelaran ini telah berterusan (digunakan) sehingga kini". Al-Syeikh Prof Dr. Ali Juma`ah iaitu mufti Mesir pada masa ini menjelaskan tentang mazhab ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah di dalam kitabnya:

[15] "مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ -الأَشَاعِرَةِ وَالْمَاتُرِيْدِيَّةِ- مَذْهَبُ وَاضِحٌ فِيْ جَمِيْعِ أَبْوَابِ عِلْمِ التَّوْحِيْدِ، وَلَكِنَّ أَكْثَرَ مَا يُنْكِرُهُ مَنْ جَهَلُوْا حَقِيْقَةَ الْمَذْهَبِ مَسْأَلَةً فِيْ الإِيْمَانِ بِاللهِ، وَهِيَ تَتَعَلَّقُ (الإِضَافَاتِ إِلَى اللهِ)، أَوْ مَايُسَمَّىْ (الصِّفَاتِ الْخَبَرِيَّةِ). 

Maksudnya: "Mazhab ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah –al-Asya`irah dan al-Maturidiyyah- adalah mazhab yang jelas pada keseluruhan bab-bab tauhid, namun banyak orang-orang yang mengingkarinya ialah orang-orang yang jahil terhadap mazhab tersebut yang sebenar pada masalah iman kepada Allah dan ia berkaitan dengan (al-Idhafat/ sifat-sifat sandaran kepada Allah) atau apa yang dinamakan sebagai (sifat-sifat Khabariyyah)". 

Justeru, aqidah yang benar dan diyakini oleh para ulama’ salaf yang soleh adalah aqidah yang diyakini oleh al-Asy`ariyyah dan al-Maturidiyyah. Ini kerana sebenarnya kedua-dua golongan ini hanyalah meringkas dan menjelaskan aqidah yang diyakini oleh para nabi dan rasul serta para sahabat. Aqidah Ahl al-Sunnah adalah aqidah yang diyakini oleh ratusan juta umat Islam, mereka adalah para pengikut mazhab Syafi`e, Maliki, Hanafi, serta orang-orang yang utama dari kalangan mazhab Hanbali (Fudala’ al-Hanabilah). Aqidah ini diajarkan di seluruh pondok Ahl al-Sunnah di negara kita, Malaysia. Dan alhamdulillah, aqidah ini juga diyakini oleh ratusan juta kaum muslimin di seluruh dunia seperti Malaysia, Indonesia, Brunei, India, Pakistan, Mesir (terutama al-Azhar), negara-negara di daratan Syam (iaitu Syiria, Jordan, Lubnan dan Palestin), Maghribi, Yaman, Iraq, Turki, Daghestan, Chechnya, Afghanistan dan masih banyak lagi di negara-negara lain. Oleh itu, wajib ke atas kita untuk memberi perhatian dan kesungguhan dalam mendalami aqidah al-Firqatun-Najiyah yang merupakan aqidah golongan majoriti umat Islam. Nama lengkap Abu al-Hassan al-Asy`ari ialah Abu al-Hassan `Ali ibn Isma`il ibn Abu Basyar Ishaq ibn Salim ibn Ismail ibn Abdullah ibn Musa ibn Bilal ibn Abi Burdah ibn Abu Musa Abdullah (sahabat Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam dikenali dengan nama Abu Musa al-Asy`ari) ibn Qais al-Asy`ari. Beliau dilahirkan pada tahun 260 Hijrah di Basrah (Iraq), selepas 55 tahun kewafatan al-Imam al-Syafi`e. Beliau telah wafat pada tahun 324 Hijrah di Basrah pada usia 64 tahun. 

Beliau merupakan pemimpin Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah, imam ahli kalam, pendukung Sunnah Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam, pembantu agama yang pakar dalam bidang keilmuan dan giat berusaha menjaga kesucian aqidah umat Islam. Al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari pada hakikatnya tidak mengadakan sesuatu perkara baru dalam bidang akidah, sebaliknya beliau merupakan orang yang menyusun semula ilmu akidah mengikut apa yang telah ditetapkan di dalam al-Quran dan apa yang di bawa dan dii`tikadkan oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam dan para sahabat radiyallahu`anhum ajmaien.

 Definisi Al-Asya`irah Perkataan al-Asya`irah diberikan atau digunakan kepada mereka yang menjalani dan mengikut metode al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari dalam perkara I`tiqad (keyakinan) (tidak secara taqlid buta tetapi dengan cara mengambil petunjuk). Ia di nisbahkan kepada al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari sebagaimana dinisbahkan kepada mazhab empat al-Imam Abu Hanifah, al-Imam Malik, al-Imam al-Syafi`e dan al-Imam Ahmad ibn Hanbal dalam masalah furu` fiqhiyyah. Sekalipun mereka berlainan atau berbeza pada jalan-jalan istinbat dan pengeluaran hukum-hakam, namun mereka bersatu pada sumber dan ambilan. Demikian juga al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari dalam bidang Usuluddin yang mengambil daripada al-Quran al-Karim dan al-Sunnah yang mulia dan berjalan di atas manhaj para Salaf al-Salih. Perkataan al-Asya`irah dinisbahkan kepadanya kerana beliau telah merintis jalan tersebut dan menyusun serta memasyhurkannya kepada umat manusia selepas ahli bid`ah dan orang yang mengikut hawa nafsu berusaha menghapuskannya. DALIL-DALIL YANG MENUNJUKKAN AL-IMAM ABU AL-HASSAN AL-ASY`ARI INI BENAR: Terdapat banyak dalil yang menyatakan bahawa al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari adalah benar dan merupakan individu yang bertanggungjawab dalam menyusun kerangka `Aqidah Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah yang bertetapan dengan aqidah Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam dan para sahabat radiyallahu`anhum ajmaien. Ramai dari kalangan kumpulan ulama’ besar yakin dengan berita gembira yang dibawa oleh Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam mengenai kehadiran al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari sebagaimana yang terdapat didalam hadis al-Asy`ariyyin. Rasulullah sallallahu`alaihi wa sallam bersabda:

 "عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْىٍ قَالَ إِنِّي عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَائَهُ قَوْمٌ مِنْ بَنِي تَمِيْمٍ فَقَالَ اِقْبَلُوْا البُشْرَى يَا بَنِيْ تَمِيْمٍ قَالُوْا بَشَّرْتَنَا فَأَعْطِنَا فَدَخَلَ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ فَقَالَ اِقْبَلُوْا البُشْرَى يَا أَهْلِ الْيَمَنِ إِذْ لَمْ يَقْبَلْهَا بَنُوْ تَمِيْمٍ قَالُوْا قَبِلْنَا جِئْنَاكَ لِنَتَفَقَّهَ فِي الدِّيْنِ وَلِنَسْأَلَكَ عَنْ أَوَّلِ هَذَا الأَمْرِ مَا كَانَ قَالَ كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ وَكَتَبَ فِي الذِّكْرِ كُلَّ شَيْءٍ".

 Maksudnya: “Dari Imran bin Husain radiyallahu`anhu berkata: “Aku bersama Nabi sallallahu`alahi wasallam, tiba-tiba datanglah kaum dari golongan Bani Tamim (penduduk Najd), Nabi sallallahu`alaihi wasallam berkata kepada mereka: “Terimalah khabar gembira wahai Bani Tamim!”, mereka menjawab: “Engkau telah member kami khabar gembira kepada kami, oleh kerana itu berilah kami (harta benda)”. Lalu datanglah orang-orang dari penduduk Yaman. Nabi sallallahu`alaihi wasallam berkata kepada mereka: “Terimalah berita gembira wahai penduduk Yaman, kerana Bani Tamim tidak mahu menerimanya!” Penduduk Yaman menjawab: “Kami menerima khabar gembira itu wahai Rasulullah dengan senang hati. Kami datang kesini untuk mempelajari ilmu agama dan untuk menanyakan perihal permulaan apa yang ada di dunia ini!” Nabi sallallahu`alaihi wasallam menjawab: 

“Allah telah wujud (pada azali) sedang sesuatu selain-Nya masih belum wujud. `Arasy Allah itu berada di atas air. Kemudian Allah menciptakan langit dan bumi dan mencatat segala sesuatu dalam Lauh al-Mahfuz ”. [Diriwayatkan oleh al-Imam al Bukhari] 

Hadith di atas memberi gambaran yang sangat jelas kepada kita mengenai perbedaan di antara sifat penduduk Yaman dan penduduk Bani Tamim yang tinggal di Najd. Penduduk Yaman yang hatinya sangat lembut dan sangat halus, sifat mereka mudah menerima dan mematuhi kebenaran serta mementingkan ilmu agama daripada meminta harta benda atau kekayaan duniawi. Hal tersebut berbeda dengan kaum Bani Tamim yang tinggal di Najd, yang tidak mementingkan ilmu agama, bahkan mementingkan harta benda dan meminta kekayaan duniawi daripada Nabi sallallahu`alaihi wasallam. 

Penduduk Yaman memiliki kemahuan yang bersungguh-sungguh untuk mengetahui dan menanyakan persoalan penting dalam pandangan agama iaiatu mengenai keesaan Allah yang bersifat baharu, yang merupakan perbahasan penting di dalam ilmu tauhid.

 Berdasarkan hadith tersebut, para ulama’ ahli hadith seperti al-Imam al-Hafiz dan lain-lain berpandangan bahawa sifat al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari yang bersungguh-sungguh mendalami ilmu akidah dan menyebabkan beliau menjadi pemimpin Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah di dalam bidang akidah. 

Jelaslah bahawa penduduk Yaman ini mempunyai sifat yang bersungguh-sungguh untuk menguasai ilmu pengetahuan agama dan persoalan akidah sehingga bertanya secara langsung kepada Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam. Di dalam hal ini, al-Imam al-Hafiz al-Baihaqi berkata[16]:

 "قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ الْبَيْهَقِيُّ: وَفِيْ سُؤَالِهِمْ دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّ الْكَلامَ فِيْ عِلْمِ الأُصُوْلِ وَحَدَثِ الْعَالَمِ مِيْرَاثٌ لأَوْلادِهِمْ عَنْ أَجْدَادِهِمْ".

 Maksudnya: "Al-Hafiz Abu Bakr al-Baihaqi berkata: “Pertanyaan penduduk Yaman kepada Nabi sallallahu`alaihi wasallam tersebut, menjadi bukti bahwa kajian tentang ilmu akidah dan barunya alam telah menjadi warisan keluarga al-Asy`ari dari keturunan mereka secara turun temurun". 

Berdasarkan keterangan di atas, tidak hairanlah apabila di kemudian hari, dari kalangan suku al-Asy`ari lahir seorang ulama’ yang menjadi pemimpin Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah dalam memahami dan mempertahankan akidah yang diajarkan oleh Nabi sallallahu`alaihi wasallam dan sahabatnya iaitu al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari. 

Selain itu, hadith ini juga menjelaskan kepada kita bahawa Allah telah wujud sejak dari azali (tidak ada permulaan), sedangkan pada ketika itu, suatu tempat pun tidak ada, suatu masa pun tidak ada, suatu arah pun tidak ada, `Arasy pun tidak ada, suatu langit pun tidak ada, suatu benda pun tidak ada, gerakan pun tidak ada, suatu diam pun tidak ada, suatu gelap pun tidak ada, suatu cahaya pun tidak ada. Sebenarnya al-Imam al-Bukhari telahpun meriwayatkan dalam kitabnya Sahih al-Bukhari daripada Abu Hurairah radiyallahu`anhu. Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda: 

"أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَن هُمْ أَرَقُّ أفئدةً وَأَلْيَنُ قُلُوْبًا الإِيْمَانُ يَمَانٌ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَّةٌ". 

Maksudnya: “Orang Yaman telah datang kepada kamu, mereka amat halus jiwa dan sangat lembut hatinya. Iman adalah Yaman dan hikmah adalah Yamaniyyah”. [Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim] 

Di dalam hadith yang lain Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda :

 "يُقَدَّمُ قَوْمٌ هُمْ أَرَقُّ أَفْئِدَةَ مِنْكُمْ" 

Maksudnya: "Akan datang suatu kaum, mereka mempunyai hati yang lembut dari kalangan kamu”. Selepas Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam menuturkan hadith ini, datang kaum Al-Asy`ariyyun dari Yaman, di antaranya Abu Musa Al-Asy`ari (datuk Abu al-Hassan al-Asy`ari). 

Beliau ialah Abdullah ibn Qais ibn Salim ibn Haddhar ibn Harb ibn Amir Al-Asy`ari. Beliau mempunyai suara lunak dan mampu membaca al-Quran dengan baik sehingga apabila bacaannya diperdengarkan, maka orang akan mendengar bacaaannya dengan penuh khusyu` dan merendahkan diri.

 Daripada Abdullah ibn Buraidah daripada bapanya, bahawa Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam mendengar bacaan al-Quran yang dibaca oleh Abu Musa Al- Asy`ari radhiyallahu`anhu, lalu baginda bersabda :

 "Sesungguhnya dia telah diberikan satu seruling daripada seruling-seruling keluarga Nabi Daud" Di dalam peristiwa Tahkim, Abu Musa Al-Asy`ari telah dipilih sebagai wakil kumpulan. Sayyidina Ali ibn Abu Talib untuk bertemu dengan Amru al-`As yang menjadi wakil kumpulan Mu`awiyyah. 

Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam pernah mendoakan beliau dengan doanya : 

"اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِ اللهِ بْنِ قَيْسٍ ذَنْبَهُ وَأَدْ خِلْهُ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ مُدْ خَلا كَرِيْمًا". 

Maksudnya : Ya Allah! Ampunkanlah dosa Abdullah ibn Qais dan masukkanlah dia pada hari kiamat ke tempat yang mulia”. [Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari]

 Allah ta`ala berfirman: 

Maksudnya: 

"Wahai orang-orang yang beriman! sesiapa di antara kamu berpaling tadah dari agamanya (jadi murtad), maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia (Allah) kasihkan mereka dan mereka juga kasihkan Dia (Allah); mereka pula bersifat lemah-lembut terhadap orang-orang yang beriman dan berlaku keras terhadap orang-orang kafir, mereka berjuang dengan bersungguh-sungguh pada jalan Allah, dan mereka tidak takut kepada celaan orang yang mencela. Yang demikian itu adalah limpah kurnia Allah yang diberikan-Nya kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya; kerana Allah Maha Luas limpah kurnia-Nya, lagi meliputi pengetahuan-Nya". (Surah Al-Maidah : 54) 

Al-Hafiz Ibn `Asakir meriwayatkan di dalam kitabnya Tabyin Kadzib al-Muftari dan al-Hakim meriwayatkan dalam kitabnya al-Mustadrak sebab turun ayat di atas: 

"لَمَّا نَزَلَتْ: {فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهُ} قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (هُمْ قَوْمُكَ يَا أَبَا مُوْسَىْ) وَأَوْمَأَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ إِلَى أَبِيْ مُوْسَىْ الأَشْعَرِيِّ". 

Maksudnya: “Tatkala ayat {فسوف يأتي الله بقوم يحبهم ويحبونه} turun, lalu Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda: “Mereka kaum-mu wahai Abu Musa”, dan Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam menunjukkan dengan tangan baginda kepada Abu Musa al-Asy`ari”. 

Al-Hakim menghukumkan hadis di atas sebagai hadis sahih `ala shahih Muslim. Hadis di atas juga diriwayatkan oleh al-Tabari dalam kitab tafsirnya, Ibn Abi Hatim, Ibn Sa`d dalam kitabnya al-Tabaqat al-Kubra dan al-Tabrani dalam kitab al-Mu`jam al-Kabir. Al-Hafiz al-Haythami berkata di dalam kitabnya Majmu` al-Zawa’id bahawa rijal hadis tersebut adalah rijal al-sahih. Al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Qurtubi berkata di dalam kitab tafsirnya[17]: 

"قَالَ الْقُشَيْرِيُّ: فَأَتْبَاعُ أَبِي الْحَسَنِ مِنْ قَوْمِهِ, لأَنَّ كُلَّ مَوْضِعٍ أُضِيْفَ فِيْهِ قَوْمٌ إِلَى نَبِيٍّ أرِيْدَبِهِ الاَتْبَاعُ". 

Maksudnya: 

“Al-Qusyairi berkata: Maka para pengikut Abu al-Hasan al-Asy`ari adalah termasuk kaumnya(Abu Musa al-Asy`ari) kerana setiap tempat yang disandarkan di dalamnya oleh suatu kaum kepada seseorang nabi maka maksudnya ialah para pengikut”. 

Berkaitan dengan hadis yang mempunyai maksud yang sama dengan hadis di atas iaitu dengan lafaz : هم قوم هذا) yang mafhumnya: “Mereka adalah kaum lelaki ini” sambil Nabi sallallahu`alaihi wasallam mengisyarat tangannya kepada Abu Musa al-Asy`ari." Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda: "هُمْ قَوْمُ هَذَا". Maksudnya: "Mereka adalah kaum orang ini." ) Diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak( 

Oleh yang demikian itu, hadis tersebut adalah busyra (berita gembira) bagi seluruh pengikut Al-Asy`ariyyah dan Al-Maturidiyyah bahawa mereka sesuai dengan aqidah Rasulullah, maka berbahagialah orang yang sentiasa mengikuti jalan mereka. 


Aqidah Al-Asy`ariyyah dan Al-Maturidiyyah adalah aqidah kaum muslimin dari kalangan Salaf dan Khalaf, aqidah para khalifah dan Sultan yang terdahulu seperti Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi dan Sultan Muhammad Al-Fatih. Ramai ulama` yang bersetuju dengan pentakwilan hadith ini. Al-Imam Al-Baihaqi menyatakan kemuliaan yang besar dan martabat yang mulia, yang dapat difahami dari hadith ini ialah ditujukan kepada al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari kerana beliau berasal dari kaum Abu Musa al-Asy`ari dan dari kalangan generasinya yang dikurniakan limpahan ilmu dan rezeki memahami sesuatu ilmu, mendukung sunnah Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam, menolak bid`ah, menegakkan hujah dan menolak kesamaran. 

Al-Imam al-Bukhari juga meriwayatkan bahawa sesungguhnya Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam bersabda tentang Abu Musa al-Asy`ari dan kaumnya. Rasulullah sallallahu`alaihi wa sallam bersabda:

 "هُمْ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْهُمْ".

 Maksudnya: "Mereka dariku dan aku dari mereka".[18] Maka dapat difahami daripada hadis ini, bahawa Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam menegaskan bahawa kaum Abu Musa al-Asy`ari adalah merupakan kaum yang dikasihi Allah ta`ala dan mereka mengasihi Allah ta`ala kerana kesahihan pegangan agama mereka dan kekuatan keyakinan mereka dan semangat mereka dalam memperjuangkan akidah yang haq dan menghapuskan kebatilan. 

Maka tidak hairanlah, Abu al-Hassan al-Asy`ari mendapat ketinggian dan kemuliaan dengan diangkat menjadi ketua Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah pada zamannya dan sehingga hari kiamat. Beliau berketurunan Abu Musa Al-Asy`ari iaitu salah seorang sahabat Nabi sallallahu`alaihi wasallam yang mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah ta`ala dan Rasul-Nya. 

Justru, sebahagian ulama’ berpendapat bahawa keberkatan ini berkemungkinan kerana tepukan tangan Nabi sallallahu`alaihi wasallam ke bahu Abu Musa Al-Asy`ari radhiyallahu`anhu. Al-Imam al-Baihaqi menyatakan isyarat yang terdapat dalam hadis ini tidak akan dapat difahami oleh seseorang melainkan orang-orang yang mendapat taufiq, mendapat cahaya daripada Allah ta`ala dan orang-orang yang mempunyai ilmu yang mendalam dan dikurniakan dengan pandangan ainul al-basirah (mata hati). Allah ta`ala berfirman: Maksudnya: "Atau (orang-orang kafir itu keadaannya) adalah umpama keadaan (orang yang di dalam) gelap-gelita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak bertindih ombak; di sebelah atasnya pula awan tebal (Demikianlah keadaannya) gelap-gelita berlapis-lapis - apabila orang itu mengeluarkan tangannya, ia tidak dapat melihatnya sama sekali. dan (ingatlah) sesiapa yang tidak dijadikan Allah menurut undang-undang peraturan-Nya mendapat cahaya (hidayah petunjuk) maka ia tidak akan beroleh sebarang cahaya (yang akan memandunya ke jalan yang benar) ". (Surah al-Nur : 40) Al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Qurtubi berkata di dalam kitab tafsirnya[19]:

 "وَلْيُعْلَمْ أَنَّ كُلًّا مِنَ الإِمَامَيْنِ أَبِي الْحَسَنِ وَأَبِي مَنْصُوْرٍ-رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا-وَجَزَاهُمَا عَنِ الإِسْلامِ خَيْرًا لَمْ يُبْدِعَا مِنْ عِنْدِهِمَا رَأَيًا وَلَمْ يَشْتَقَّا مَذْهَبًا إِنَّمَا هُمَا مُقَرِّرَانِ لِمَذَاهِبِ السَّلَفِ مُنَاضَلانِ عَمَّا كَانَتْ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ...وَنَاظَرَ كُلٌّ مِنْهُمَا ذَوِي الْبِدَعِ وَالضَّلالاتِ حَتَّى انْقَطَعُوْا وَوَلّوْا مُنْهَزِمِيْنَ". 

Maksudnya: "Hendaklah diketahui bahawa masing-masing dari al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari dan al-Imam Abu Mansur al-Maturidi –semoga Allah meredhai keduanya- tidak membuat pendapat baru dan tidak menciptakan mazhab baru dalam Islam. Mereka hanya menetapkan pendapat-pendapat ulama’ Salaf dan membela ajaran sahabat Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam. Mereka telah berdebat dengan golongan ahli bid`ah dan sesat sampai takluk dan melarikan diri”. Berkata al-Imam al-Subki (W. 1252 H):[20]


 "وَهَؤُلاءِ الْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَفَضَلاءُ الْحَنَابِلَةُ فِي الْعَقَائِدِ يَدٌ وَاحِدَةٌ كُلَّهُمْ عَلَىْ رَأْيِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ يَدِيْنُوْنَ لِلَّهِ تَعَالَى بِطَرِيْقِ شَيْخِ أَهْلِ السُّنَّةِ أَبِيْ الْحَسَنِ الأَشْعَرِيِّ...وَبِالْجُمْلَة
ِ: عَقِيْدَةُ الأَشْعَرِيِّ هِيَ مَا تَضَمَّنَتُهُ عَقِيْدَةُ أَبِيْ جَعْفَرِ الطَّحَاوِىْ الَّتِيْ تَلَقَّاهَا عُلَمَاءُ الْمَذَاهِبِ بِالْقَبُوْلِ وَرَضُوْهَا عَقِيْدَةً".

 Maksudnya: "Dan mereka iaitu Hanafiyyah, Syafi`eyyah, Malikiyyah dan tokoh-tokoh Hanabilah pada aqidah adalah bersatu di atas satu pandangan Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah yang beriman kepada Allah ta`ala atas jalan Syeikh al-Sunnah Abu al-Hassan al-Asy`ari...secara umumnya aqidah al-Asy`ari ialah aqidah yang terkandung dalam aqidah Abu Ja`far al-Tohawi yang diterima oleh para ulama’-ulama’ mazhab dan redha sebagai aqidah". 

Al-Imam al-Qurtubi menaqalkan kata-kata al-Hafiz al-Baihaqi di dalam kitabnya “Al-Jami` Li Ahkam al-Quran”. Juzuk 6. halaman. 220. "Demikian itu kerana apa yang terdapat didalamnya dari keutamaan yang besar dan martabat yang mulia untuk al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari radhiyalallahu`anhu .

 Maka dia tergolong dari kaum Abu Musa Al-Asy`ari radhiyalallahu`anhu dan putera-puteranya yang telah diberi ilmu dan dianugerahi pemahaman yang khusus". Al-Hafiz Ibn `Asakir berkata di dalam kitabnya “Tabyiinu Kadzib Al-Muftari”: 

“Dan telah maklum berdasarkan dalil-dalil akal dan bukti-bukti usul bahawa tiada seorangpun daripada anak-anak Abu Musa tidak ada yang dapat menyanggah golongan sesat dan tidak ada yang dapat menolak kekeliruan golongan bid`ah dan sesat dengan hujah-hujah yang ampuh daripada kitab al-Quran dan al-Sunnah dan dengan dalil-dalil yang mantap daripada ijma` dan qiyas melainkan al-Imam Abu al-Hasan al-Asy`ari radiyallahu`anhu.

 Maka beliau telah berjihad melawan musuh-musuh kebenaran, menghentam mereka, memecahkan kata-kata mereka dan menghancurkan kesatuan mereka dengan hujah-hujah akal yang ampuh dan dalil-dalil sam`iyyah (al-Quran dan al-Sunnah) yang mantap”. Al-Hafiz Ibn `Asakir berkata di dalam kitabnya “Tabyiin Kadzib Al-Muftari” halaman. 397.

 "Mereka (golongan Asya`irah) berpegang dengan al-Quran dan al-Sunnah, menjauhi faktor-faktor yang membawa kepada fitnah, yang tetap kuat bersabar dalam mempertahankan agama mereka, mengalahkan musuh-musuh dengan kekuatan bantuan hujah, tidak pernah meninggalkan berhujah dengan al-Quran dan hujah-hujah daripada hadis, tidak juga menggunakan akal sebebas golongan Qadariyyah dan Mu`attilah (golongan yang menafikan terus sifat Allah ta`ala), tetapi mereka menggabungkan penggunaan dalil naqli (al-Quran dan al-Hadith) dengan akal, lalu menjauhi manhaj Mu`attilah, bahkan turut menolak kewujudan golongan Mujassimah Musyabbihah (golongan yang menyamakan Allah ta`ala dengan makhluk, mereka berkata Allah mempunyai tangan, muka, duduk di atas `Arasy tetapi duduk-Nya tidak sama dengan makhluk), lalu membongkar kesesatan fahaman ahli bid`ah dengan dalil-dalil yang nyata. Mazhab mereka (Asya`irah) adalah pertengahan, masyrab (asas) mereka adalah asas yang sebaik-baiknya, kedudukan mereka adalah kedudukannya sebaik-baiknya, darjat mereka adalah setinggi-tinggi darjat, yang mana mereka tidak pernah tercela dengan celaan orang yang mencela atau direndahkan oleh orang yang mempertikaikan".

 Al-Imam Taj al-Din `Abd al-Wahhab ibn `Ali ibn `Abd al-Kafi al-Subki (W 771) berkata di dalam kitabnya “Tabaqaat al-Syafi`iyyah al-Kubra” jilid 2, halaman. 263. "Ketahuilah, bahawa Abu al-Hassan al-Asy`ari tidak mereka atau mencipta suatu pendapat dan tidak menubuhkan suatu mazhab, tetapi beliau hanya menetapkan atau memperakui mazhab Salaf dan mempertahankan apa yang pernah dipegang oleh sahabat Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam. Ia dinisbahkan kepadanya hanya kerana beliau telah mengikatnya di atas jalan Salaf dan berpegang dengannya serta menegakkan hujjah-hujjah dan dalil-dalil di atasnya.

 Maka jadilah orang yang mengikutnya di atas jalan ini dinamakan sebagai Asy`ari atau al-Asya`irah". Al Habib Abdullah ibn `Alawi al-Haddad berkata di dalam kitabnya “Risalah al-Mu`awanah”, halaman., 60-61. "Kumpulan yang terselamat ialah kumpulan yang dikenali sebagai Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah. Beliau menyatakan bahawa aqidah yang disusun oleh Abu al-Hassan al-Asy`ari merupakan aqidah ahli kebenaran.

 Mereka ialah golongan yang berpegang dengan Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam, sahabat-sahabatnya dan salafussoleh. Dinamakan Al-Asya`irah kerana ia dinisbahkan kepada Syeikh Abu al-Hassan al-Asy`ari yang telah menyusun kaedah-kaedah aqidah ahl al-Sunnah dan menulis dalil-dalilnya. Ia merupakan aqidah yang telah disepakati oleh sahabat dan orang-orang yang selepasnya dari kalangan tabi`in yang besar, iaitu aqidah Ahli Sunnah bagi ahli setiap zaman dan tempat. Ia merupakan aqidah seluruh ahli tasawwuf sebagaimana yang disebut oleh Abu Qasim Al-Qusyairi pada awal penulisan kitab Risalahnya. 

Alhamdulillah, ia merupakan aqidah kami dan aqidah saudara-saudara kami dari kalangan ketua-ketua keturunan Sayyiduna Husain radhiyallahu`anhu yang terkenal dengan keluarga Ba`alawi dan aqidah ahli-ahli Salaf kami semenjak zaman Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam hingga ke hari ini. Kemudian aku bernasyid :

 "وَكُنْ أَشْعَرِيًّا فِيْ اعْتِقَادِكَ إِنَّهُ هُوَ الْمَنْهَلُّ الصَّفِيُّ عَنِ الزَّيْغِ وَالْكُفْرِ".

 Maksudnya: "Dan hendaklah kamu menjadi Asy`ari pada aqidah kamu kerana sesungguhnya ia adalah aliran yang bersih daripada sebarang penyelewengan dan kekufuran". 

Oleh itu, jelaslah bahawa al-Imam Abu al-Hasan al-Asy`ari dan para pendokong atau pengikut beliau yang digelar al-Asy`ariyyun atau al-Asya`irah mempunyai jasa besar dalam membersihkan umat Islam dari kekotoran aqidah ahli bidaah seperti aqidah al-Mu`tazilah, al-Jahmiyyah, al-Mujassimah dan al-Musyabbihah. Bahkan, kebanyakan para pendokong, pemimpin ilmu Islam dan pembela Islam adalah dari kalangan al-Asya`irah, sedangkan golongan mempertikaikan mereka ini tidak pun mencapai separas buku lali mereka sejak zaman-berzaman sehingga kini dari segi ilmu, warak, taqwa dan jasa. Namun hairan, di sana ada suara-suara janggal yang melempar pelbagai tuduhan dan kejian terhadap al-Asya`irah dan metode pengajian aqidah tauhid mereka. Suara-suara liar itu menuduh bahawa al-Asya`irah bukanlah Ahl al-Sunnah, bahkan ada yang mengkafirkan mereka atau menggolongkan mereka ke dalam puak al-Mu`attilah semata-mata menyerahkan makna nusus mutashabihat kepada Allah dan Rasulullah. Ada yang mendakwa bahawa metode pengajian tauhid secara ilmu kalam yang didukong oleh al-Asya`irah dan al-Maturidiyyah (sifat 20 atau sifat 13) itu memundurkan umat Islam, tidak memudahkan musuh Islam, dan menyusahkan, berbelit-belit, mengelirukan atau memeningkan kepala. 

Suara-suara sumbang ini sebenarnya di lontarkan oleh golongan al-Wahhabiyyah yang menamakan diri mereka sebagai Salafiyyah. Bagaimana mungkin majoriti umat Islam ini bisa dihukumkan sebagai kafir al-Mu`attilah (golongan yang menafikan sifat-sifat Allah atau menafikan kewujudan Allah) atau golongan sesat? Sedangkan Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam telah menyatakan bahawa kebanyakan umat baginda tidak sesat dan inilah antara keistimewaan umat ini sebagaimana sabda baginda:[22]

"إِنَّ اللهَ لا يَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلَى ضَلالَةٍ". 

Maksudnya: “Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatku di atas suatu kesesatan” 

Menurut riwayat Ibn Majah ada suatu tambahan:

 "فَإِذَا رَأَيْتُمْ اِخْتِلافًا فَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَادِ الأَعْظَمِ". 

Maksudnya: “Maka jika kamu melihat suatu perselisihan, maka kamu hendaklah bersama kumpulan yang paling besar” Hadis di atas disokong atau dikuatkan oleh hadis mawquf ke atas Abu Mas`ud al-Badri, iaitu:[23]

 "وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ اللهَ لا يَجْمَعُ هَذِهِ الأُمَّةَ عَلَى ضَلالَةٍ". 

Maksudnya: “Dan kamu hendaklah bersama kumpulan kerana sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umat ini di atas suatu kesesatan Hadis di atas juga disokong oleh hadis mawquf ke atas `Abdullah ibn Mas`ud dan hadis ini thabit daripada beliau:[24]

 "مَا رَءَاهُ الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ وَمَا رَءَاهُ الْمُسْلِمُوْنَ قَبِيْحًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ قَبِيْحٌ". 

Maksudnya: “Suatu yang dipandang oleh orang-orang Islam sebagai baik maka perkara itu baik di sisi Allah, dan suatu yang dipandang oleh orang-orang Islam sebagai buruk maka perkara itu buruk di sisi Allah”.

 Sesungguhnya pernyataan bahawa kebanyakan atau mayoritas ummat ini terpelihara dari kesesatan tidak menafikan hadis sahih ini, iaitu sabda Nabi sallallahu`alaihi wasallam:[25] 

"لا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةِ". 

Maksudnya: “Satu golongan daripada umatku sentiasa zahir di atas kebenaran sehingga Kiamat berlaku” 

Sabdaan Nabi sallallahu`alaihi wasallam ini bermaksud bahawa di kalangan umat baginda ada segolongan yang berpegang teguh dengan agama Islam secara sempurna, dan ini tanpa ragu bahawa golongan yang berpegang teguh dengan agama secara sempurna adalah kaum minoritas. 

Meskipun begitu, hadis tersebut tidaklah bermaksud bahawa kebanyakan orang Islam dalam keadaan sesat dari sudut aqidah sehingga keluar dari agama Islam sebagaimana yang didakwa secara terang-terangan oleh puak al-Wahhabiyyah dan golongan yang seumpama mereka. Selain itu, sabdaan Nabi sallallahu`alaihi wasallam itu juga mengisyaratkan kepada kita bahawa ilmu serta perjuangan Islam akan sentiasa berkesinambungan dari satu generasi ke satu generasi sedari zaman penurunan wahyu ketika hayat Nabi Muhammad sallallahu`alaihi wasallam hingga hari terakhir yang dikehendaki Allah untuk umat Islam.


 Fitnah al-Wahhabiyyah ke atas Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah al-Asya`irah dan al-Maturidiyyah boleh dianggap sebagai satu usaha dakyah mereka untuk memutuskan kesinambungan kebenaran Islam sebagaimana yang dimaksudkan oleh hadis tersebut. Wallahua`lam… 
_________________________________________________________________________

[1] Muhammad Salih Muhammad al-Sayid (1987), Asalat `Ilm al-Kalam, Kaherah: Dar al-Thaqafah, h. 14. [2] Sa`id Abu Jaib (1988), al-Qamus al-Fiqhi Lughatan wa Istilahan, Damsyik: Dar al-Fikr, h. 29. [3] K.H. Hasyim al-Asy`ari (1418 H), Risalah Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah, Jombang: Maktabah al-Turath, h. 5. [4] Al-Muhaddith al-Syaikh Abdullah al-Harari (1997), Izhar al-`Aqidah al-Sunniyyah bi Syarh al-`Aqidah al-Tahawiyyah, Beirut: Dar al-Masyari`, h. 14-15. [5] Hadis riwayat Ibn Majah (3950), Abd bin Humaid di dalam Musnad-nya (1220) dan al-Tabarani di dalam Musnad al-Syamiyyin (2069). Al-Hafiz al-Suyuti menilainya sebagai sahih di dalam kitab al-Jami` al-Saghir (1/88). [6] Hadis riwayat al-Tirmizi (2582), Ahmad (12871) dan al-Hakim (1/88) yang menilainya sahih sesuai dengan pensyaratan al-Bukhari dan Muslim. [7] Al-Imam Ali al-Qari al-Harawi (2001), Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Masabih, Jamal `Aitabi (ed.), Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyah, , j. 1, h. 442. [8] Abdurra`uf al-Munawi (2001), Faidh al-Qadir Syarh al-Jami` al-Saghir, Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyah, j. 2, h. 546; Al-Imam Ali al-Qari al-Harawi(2001), op.cit., h. 383. [9] Abu Ishaq al-Syatibi (t.t), al-I`tisam, Riyadh: Maktabah al-Tauhid, h. 312-314. [10] `Abd al-Rahman b. Salih al-Mahmud (1995), Mauqif Ibn Taimiyah min al-Asya`irah, Riyadh: Maktabah al-Rusyd, h. 502. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Safar al-Hawali (tokoh rujukan Wahhabi) di dalam kitabnya Naqd Manhaj al-Asya`irah fi al-`Aqidah, h. 7. [11] Muhammad Adil Azizah al-Kayyali (2005), al-Firqah al-Najiyah hiya al-Ummah al-Islamiyyah Kulluha, Dubai: Mathani` al-Bayan, h. 88-89. [12] Imam Al-Zabidi (t.t.), Ittihaf al-Saadah al-Muttaqin,(t.tp): (t.p), j. 2, h. 6. [13] Ibn Abidin, Muhammad Amin (1995), Hasyiah radd al-Mukhtar, Beirut: Dar al-Fikr, j. 1, h. 52. [14] Hassan Ibrahim (1964), Tarikh al-Islam al-Siyasi Wa al-Din Wa al-Thaqafi Wa al-Ijtimaie, j. 2, c. 7, Kaherah: Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, h. 162-163. [15] Ali Juma`ah (2005), al-Bayan lima Yashghul al-Azham, Kaherah: al-Maqatam li al-Nasyr wa al-Tauzi`, h. 140. [16] Al-Hafiz Ibn Asakir (1347 H), Tabyin Kizb al-Muftari, Damaskus: al-Taufiq, h. 66 [17] Al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Qurtubi (t.t), al-Jami` li Ahkam al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, j. 6, h. 220. [18] Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari di dalam kitab Shahih Bukhari : Kitab Al-Maghoziy, Bab Quduumil Asy`ariyyun wa Ahlul Yaman bab kedatangan al Asy`ariyyun dan orang Yaman. [19] Al-Hafiz Muhammad Murtadha al-Zabidi(t.t), Ittihaf al-Sadah al-Muttaqin, Beirut: Dar al-Fikr, j. 2, h. 7. [20] Al-Subki, Abu Nasr Abdul Wahhab bin Ali bin Abd al-Kafi(t.t). Tabaqat al-Syafi`eyyah al-Kubra. Kaherah: Dar Ihya’ al-Kutub al-`Arabiyyah, j. 3, h. 365-369. [21] Al-Subki, Abu Nasr Abdul Wahhab bin Ali bin Abd al-Kafi(t.t). Tabaqat al-Syafi`eyyah al-Kubra. Kaherah: Dar Ihya’ al-Kutub al-`Arabiyyah, j. 3, h. 365-369. [22] Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dalam Sunan al-Tirmizi, Ibn Majah dalam Sunan Ibn Majah, al-Hakim dalam al-Mustadrak, Ahmad dalam Musnad Ahmad. [23] Diriwayatkan oleh Ibn Abi `Asim dalam al-Sunnah. Al-Hafiz Ibn Hajar di dalam kitabnya Muwafaqatul-Khabar al-Khabar berkata: “Isnadnya hasan”. [24] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad Ahmad dan lihat Kashful-Astar `an Zawa’idil-Bazzar oleh al-Hafiz al-Haythami. Al-Hafiz Ibn Hajar di dalam kitabnya Muwafaqatul-Khabar al-Khabar berkata: “(Hadis) ini mawquf hasan”. [25] Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak
Read More >>

Hidangan Populer Warkop Pusat

Copyright 2011 @ Warkop Mbah Lalar