Penjelasan al-Quran terkenal dengan istilah tafsir, focus dari artikel ini akan membahas tafsir kaum sunni tetapi tafsir syiah juga akan didiskusikan. Quran dianggap sebagai firman Tuhan membutuhkan tafsir, sebagai penjelas, penyingkap dan komentar untuk alas an yang tepat, dan ini harus dipahami dengan jelas dan cermat sehingga perintah-perintah bisa dilakukan seperti kemauan Tuhan, sehingga keinginan Tuhan bisa dilaksanakan dengan baik. Hal yang paling penting adalah, kata-kata Tuhan tampaknya merupakan usaha usaha yang menciutkan nyali pada tafsir untuk dua perbedaan, tapi ada alasan-alasan yang melengkapinya. Pertama, qur’an muncul dari Tuhan. Alqur’an harus diasumsikan sebagai sesuatu yang perlu dijelaskan makna dan maksudnya, sehingga meniadakan kepentingan pribadi, demi penjelasan yang terperinci. Kedua, bagaimana Al-Qur’an dapat membatasi kemampuan manusia yang mampu mengklaim ia dapat menemukan makna sejati dari makna teks quran itu yang berasal dari penguasa maha bijaksana dan tak terbatas?.
Hanya ada sedikit sekali tafsir yang berasal dari Nabi secara langsung dan juga para sahabat dan biasanya terdapat penjelasan yang berani untuk merespon pertanyaan yang ditanyakan. Akan tetapi hal ini sudah cukup melegakan keinginan lingkungan yang tidak hanya tumbuh di jazirah Arab saja tetapi juga di wilayah yang memiliki perbedaan mencolok dengan Arab dalam hal tradisi dan adat istiadatnya.
Pada masa setelah shahabat (masa tabi’in) sudah terdapat tafsir-tafsir makkah, madinah, dan Irak yang eksis. Sementara itu tafsir Irak lebih melawan gaya tafsir Makkah dan Madinah dengan tipikal tafsir bi al-ra’y-nya.
Selanjutnya ada empat metode yang menjadi pilar dalam menafsirkan ayat al-qur’an, Sebagaimana defenisi tafsir bi al-ma’tsur diatas, yakni dengan memperhatikan batasan wilayah cakupannya. Maka: Bila merujuk defenisi tafsir bi al-ma’tsur daiatas, ada empata otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi al-ma’tsur. Yaitu:
a. Al-Qur’an. Sebagai pemahannya bahwa, jika kita hendak mengetahui makna atau maksud dari suatu ayat al-Qur’an, maka langkah yang pertama sekali yang harus kita tempuh adalah mencari makna yang telah di jelaskan oleh al-Qur’an itu sendiri. Sebagai contoh dalam surat Al-Maidah ayat 1.Jadi ayat diatas bercerita tentang binatang ternak yang halal, tanpa pambatas kehalalannya. dijelaskan oleh ayat lain yang artinya Diharamkan begimu (memakan) bangkai,darah dan daging babi…(QS. Al-Ma’idah: 3). Dan banyak ontoh-contoh ayat lain-nya.
b. b. As-Sunnah (al-Hadits). Karena tidak semua nash al-Qur’an dijelaskan oleh al-Qura’n, maka keberadaan as-Sunnah menjadi sangat penting untuk menjelaskan tujua-tujuan atau maksud yang dikehendaki oleh al-Qur’an.Sebagai contoh: Para sahabat tidak memahami betul makna kata-kata “asy-syirk” dalam rangkaian ayat berikut yang artinya Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adaukkan iaman mereka dengan kedhaliman.Para sahabat bertanya, siapakah diantara kami yang tidak pernah melakukan kedhaliman ya Rasulullah? Lalu Rasulullah menjawab bahwa kaedhaliman tersebut maksudnya adalah kemusyrikan, dan membaca ayat yang artinya dan ingatlah ketika lukman berkata kepada anaknya disaat mmberikan pelajaran kepada anaknya itu, “hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedhaliman yang sangat besar. (QS, Luqman: 13)
c. c. Penjelasan Sahabat. Sebagaimana kita ketahui, para sahabat adalah satu-satunya otoritas yang sangat dekat dengan Rasulullah, dan selalu bergaul dengannya. Karena itu, otoritas penjelasan sahabat tentang maksud dan arti al-Qur’an, dipandang sebagai pernyataan yang di dasari pengetahuannya dari Rasulullah. Hal ini kita ketahui sesuai dengan penjelasan Alimin Mesra sebagai berikut: Kredibelitas para Sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an didasarkan pada kenyataan bahwa mereka menerima penjelasan al-Qur’an langsung dari Rasulullah.
d. d. Penjelasan para Tabi’in. Para tabi’in adalah kelompok orang yang bertemu langsung dengan para sahabat, dan berguru atau memperleh ilmu pengetauan tentang al-Qur’an dara shabat. Karena itu, penjelasan tabi’in di anggap juga sebagai salah satu referensi sumber tafsir bi al-ma’tsur.
Tetapi kendatipun demikian, sebahagian Ulama mufassir lainnya berpendapat bahwa aqwal (pendapat) orang tabi’in di golongkan kedalam tafsir bi al-ra’yi, jadi ia tidak dapat dijadikan sebagai salah satu daftar referensi rujukan tafsir bi al-ma’tsur.
Pada awal penyusunan tafsir, aktifitas penyusun yang mencoba mengumpulkan keterangan yang asli Nabi, shahabat atau juga tabi’in. Ibn Jarir Al-Thabari merupakan salah satu penafsir terkenal dalam metode penafsiran klasik yang masih kita dapati sampai sekarang. Kitabnya ia beri nama Jami’ al-bayan.
Metode dari tafsir Ibn Jarir adalah bi al-ma’stur (menggunakan dalil-dalil yang merujuk pada pendapat Nabi, shahabat atau bahkan tabi’in, tidak ada dominasi logika di dalam kitab yang ditulis dengan bentuk ini), dan beberapa penafsir lain yang juga menggunakan metode seperti ini seperti Abu Muhammad Al-Baghawi dengan Ma’alim al-tanzil-nya. Abu Ishaq al-tsa’laby, dengan al-Kasyf wa al-bayan ‘an tafsir al-Qur’an. Adapun tafsir milik Ibn Katsir bisa dikatakan lebih unggul dan mampu mengimbangi tafsir Ibn Jarir dalam hal seleksi haditsnya yang ketat, kelengkapan argumen, teruji dan mampu menyampaikan laporan atau kejadian secara otentik.
Ada beberapa corak yang ditulis oleh mufassir berdasarkan kapasitasnya sebagai muafassir, mulai dengan bentuknya bi al-ra’y seperti tafsir milik al-Razy, Ahkamul qur’an milik al-Jassas, tafsir sufi, tafsir fiqhi, tafsir modern semuanya ditulis sesuai kemampuan para penulisnya dan juga basic keilmuan yang dimiliki penafsir.
Kesimpulan.
Keunggulan al-qur’an pada kehidupan muslim religious selalu dapat diterima. Pada era modern banyak sekali perhatian dilakukan oleh para ilmuwan muslim. Seringkali hal ini juga berhubungan dengan tantangan terhadap tradisi yang bisa diterima, dalam ilmu theology ataupun hukum dan sekitarnya.Tafsir tidak hanya penting untuk perkembangan kejayaan islam tapi juga merupakan proyek ide baru dan sebagai ulama’ dapat menggunakannya untuk berinisiatif dalam perubahan atau reformasi tatanan hukum. Pada akhirnya literature yang efektif akan mampu menghasilkan solusi yang memuaskan untuk pertanyaan yang diklaim mampu dijawabnya.
Read More >>
Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, Jakarta menjadi saksi bisu pendirian Front Pembela Islam (FPI). Di lokasi itu, tanggal pada kalender-kalender yang ada pada waktu itu menunjukan 17 Agustus 1998. Sejumlah Ulama, Habib, Mubaligh, para petinggi militer termasuk Kapolda Metro Jaya saat itu, Nugroho Djayoesman, mendeklarasikan FPI. Momen tersebut disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek.
Lengsernya Soeharto menjadi cela oleh para Deklarator FPI untuk beraktifitas. Pendirian organisasi yang dipimpin oleh Mohammad Rizieq Shihab tujuannya menegakan hukum Islam di Indonesia. Kegiatan tidak bakalan ditolelir oleh Pemerintahan Orde Baru yang berkuasa selam 32 tahun.
Prahara politik pada tahun 1998 dimanfaatkan oleh FPI untuk menuntut kembali pengembalian tujuh kata dalam Piagam Jakarta, yakni “Ketuhanan dengan Menjalankan Syari’at Islam bagi Pemeluk-pemeluknya”. Hal ini didasari oleh pihak FPI melihat bahwa konsep demokrasi refresentatif yang dijalankan di Indonesia telah gagal. Tidak pernah berjalannya fungsi strategis negara dalam menjamin kesejahteraan ekonomi membuat FPI bergerak.
Ormas pembela Islam ini kini telah berusia sekitar 12 tahun. Segala tindakan-tindakan yang dilakukan menuai kritik di kalangan masyarakat. Rentetan kasus kekerasan mewarnai perjalanan FPI. Upaya penegakan syariat Islam dengan menyerang tempat-tempat yang dituduh melakukan kegiatan maksiat. Menurut Andreas Harsono, penulis buku “Agama Saya Adalah Jurnalisme”, pada suatu kesempatan di Makasaar, FPI ini sering melakukan tindak-tindakan main hakim sendiri. Membubarkan kegiatan peringatan Hari AIDS sedunia di Makassar juga pernah dilakukan. Walaupun kegiatan itu telah mengantungi izin kegiatan dari pemerintah setempat dan kepolisian.
Diakui oleh lulusan Harvard University tersebut bahwa FPI tidak seharusnya melakukan hal yang melanggar hukum. “Saya tahu bahwa banyak hukum di Indonesia yang tidak ditegakkan dan tidak sempurna, tapi bukan berarti bahwa itu harus dilakukan dengan hal yang salah”, lanjutnya.
Siapakah FPI ini dan siapakah yang ada dibalik mereka sampai mereka terlihat seperti tak tersentuh hukum.
Relasi FPI dengan Militer
Proses pendekalarasian FPI yang diikuti beberapa petinggi militer serta Kapolda Metro Jaya memberikan gambaran kedekatan dengan militer. Dalam Buku “Konflik dan Integrasi AD” yang ditulis oleh mantan Kepala Staf Kostrad, Kivlan Zen bisa dilihat relasi tersebut. Kedekatan tersebut tak terlepas dari pembentukan Pam Swakarsa—Massa pendukung Sidang Istimewa MPR tahun 1998. Pangab Jenderal Wiranto yang tak berdaya menahan desakan untuk mengganti Pemerintahan Habibie. Pengawalan transformasi demokratis, termasuk perubahan jadwal Pemilu yang tadinya tahun 2002 menjadi 1999. Melalui Sidang Istimewa MPR.
Mayjen Kivlan Zen diperintahkan untuk menghadap ke Jendral Wiranto . Kivlan Zen diminta untuk mengerahkan massa pendukung SI MPR. Ini karena Wiranto mengganggap Jendral ini bisa merebut Kantor di Senayan yang telah dikuasai massa pada bulan Mei 1998.
“Ini perintah Presiden Habibie” kata Wiranto.
Pendanaan ia diminta berhubungan dengan Setiawan Djodi, pengusaha, dan Jimly Asshidiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang saat itu menjadi staff Habibie. Kucuran Dana mengalir dari mantan personil Kantata Taqwa, Setiawan Djodi.
Kelompok Islam Garis Keras ini juga pernah diisukan dekat dengan Letjen Prabowo Subianto. Kontrak politik Islam Prabowo berhasil merekrut Jendral Feisal Tanjung dan Jendral Hartono, dua jendral yang berkuasa ketika itu. Mereka berdua tiba-tiba jadi Jendral Muslim, yang kesana kemari memakai baju koko dan kopiah. Lalu, Prabowo dan Hartono mendirikan Center Policy for Development Studies (CPDS).
Lembaga ini merekrut jendral-jendral Islam seperti Mayjen TNI Mulkis Anwar, dan Brigjen TNI Robik Mukav, Mayjen TNI Fachrul Razi, dan Brigjen TNI Kivlan Zen. Jaringan para jendral ini dibina Prabowo dan dihubungkannya dengan kelompok-kelompok Islam garis keras binaan Prabowo. Tapi tak ada yang bisa membuktikan strategi politik Prabowo yang mengunakan kelompok ini. Tudingan bahwa FPI terlibat kerusuhan Mei hingga kini masih menjadi misteri. Pastinya Kivlan Zen menjadi Panglima Divisi Infanteri 2/Kostrad di masa mantan Menantu Soeharto itu menjadi Panglima Kostrad.
Kehadiran sekitar 30.000 massa yang dikerahkan oleh Kivlan Zen mengangkat kembali semangat tentara yang menjaga SI MPR. Konflik serta benturan langsung dengan mahasiswa dan masyarakat telah melemahkan moral para prajurit. Massa pendukung ini disiapkan untuk menghadang gerakan dari mahasiswa dan masyarakat. Aparat seolah-olah akan datang melerai jika terjadi benturan.
Diadakan rapat dengan pimpinan ormas Islam dan pondok pesantren pada 4 November 1998, termasuk FPI. Akan dikerahkan massa tambahan sebesar 30.000 orang lagi untuk datang ke Jakarta. Massa sebagian besar datang dari Banten. Disamping beberapa wilayah Jabotabek, Jawa dan Lampung. Seluruh gabungan massa pendukung ini melakukan apel di parkir timur Senayan dipimpin Panglima Divisi Kiblat (Komite Islam Bersatu Penyelamat Konstitusi), Daud Poliraja.
Saat pertemuan di rumah dinas Jendral Wiranto pada 9 November 1998. Hadir selain tuan rumah juga Kapolda Mayjen (Pol) Nugroho Djayoesman, Kivlan Zen, dan Pangdam Jaya, Jaja Suparman. Disepakati Pam Swakarsa akan berada di depan berhadapan dengan massa, jika terjepit maka pasukan Kodam Jaya akan mengamankan. Namun dalam praktek justru Pam Swakarsa dipukul mundur oleh pasukan Marinir, karena mereka tidak diberitahu sebelumnya.
Selama berlangsung SI MPR kerap terjadi bentrokan antara Kiblat—oleh Nugroho Djayoesman diubah namanya menjadi Pam Swakarsa—dengan massa mahasiswa atau masyarakat penentang Sidang Istimewa. Banyak berjatuhan korban dari pihak Pam Swakarsa yang terbunuh. Dikeroyok massa yang menolak Sidang Istimewa.
KH. Abdurahman Wahid yang terpilih menjadi Presiden meminta laskar ini membubarkan diri. Beberapa yang tinggal dan terutama dari daerah Banten dan sekitar Jabotabek terutama etnik Betawi banyak melebur ke dalam laskar-laskar seperti FPI, atau laskar komunitas seperti Front Betawi Rempug (FBR).
Bantahan kedekatan FPI dengan petinggi militer dan polisi tidak bisa lagi dilakukan. Lihat saja ketika anggota laskar bersenjata pentungan dan golok menyerbu kantor Komnas HAM saat itu. Mereka menolak pemeriksaan Komnas HAM terhadap Jendral Wiranto tentang keterlibatannya dalam Pelanggaran HAM Timor Timur.
Mantan Kapolda Metro Jaya Nugroho Djayoesman dalam memoarnya “Meniti Gelombang Reformasi” mengatakan kedekatannya dengan FPI dalam rangka tugas pembinaan. Ia bukan Jendral Taliban sebagaimana dituduhkan orang. Menurutnya “Betapapun sepak terjang meresahkan masyarakat, organisasi seperti FPI semestinya dirangkul dan diajak bicara mengenai persoalan sosial-kemasyarakatan yang terjadi”.
Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Timur Pradopo pada satu kesempatan mengatakan FPI bisa diberdayakan membantu keamanan. “Saya kira, sebagai anggota Polri, apalagi pimpinan, perlu menjalin hubungan dengan semua tokoh masyarakat yang bisa membantu memelihara keamanan,” kata mantan Kapolda Metro Jaya ini. Namun Timur membantah anggapan ia bersikap lembek saat menghadapi FPI. Saat rangkaian kasus kekerasan yang dilakukan oleh FPI Jenderal Bintang Empat ini. Menurutnya, kejadian yang terjadi selama ini merupakan ulah oknum perorangan yang mengatasnamakan ormas tertentu. “Ada ketentuan yang mengatur. Kalau perorangan saya kira tidak menyangkut organisasi. Jadi selama ini kan perorangan,” tambahnya.
Pemahaman Soal Agama Yang Tidak Benar
Menurut Muhammad Habieb Rizieq, pendiri dan sekaligus Ketua FPI, berdirinya FPI merupakan upaya untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Rizieq dalam salah satu kesempatan mengatakan bahwa banyak aktivis Islam yang menentang maksiat seperti judi, prostitusi, dan minuman keras, tapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Untuk itu ia akan mewujudkan mimpi tentang negara Islam, dengan konsekuensi apapun. Jelas ia menyimpan kekaguman dengan Taliban, dan secara tidak langsung mengambil ide Taliban tentang penyelanggaraan syariat Islam. Pada awal pembentukan FPI, ia berbicara tentang penggalangan potensi kekuatan umat untuk menggusur masyarakat yang sekuler.
Dilain pihak Guru Besar UIN Alauddin Makassar, Prof. Dr. Qasim Mathar mengatakan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh FPI berdasarkan pandangan agama itu tidak benar. Walaupun mengganggap FPI sebagai saudara sesama muslim. Kritik tetap dilontarkan terhadap Ormas yang gampang melakukan tindakan kekerasan. “Sekalipun kita berbeda, perbedaan yang dianggap oleh masing-masing prinsipil tidak boleh mengambil langkah kekerasan,” Ungkap pria kelahiran Makassar, 21 Agustus 1947 ini.
Terkait simbol-simbol Islam yang digunakan oleh FPI ditanggapi oleh pria yang menyelesaikan Program Doktoralnya di IAIN Syarif Hidayatullah tahun 1997. Nama “pembela” yang digunakan oleh FPI menunjukan bahwa seakan-akan Islam selalu dipojokan. Menurutnya, Al-Quran telah menjelaskan bahwa Allah SWT sendiri yang akan memelihara Islam. Kalau umat Islam sendiri merasa membela dengan cara yang tidak mencitrakan hal yang baik seperti dengan kekerasan. “Berarti itu tidak membela, tapi justru merusak nama Islam,” paparnya. Pemamparan senada pun diuraikan lebih rinci oleh Kyai Haji Abdurarahman Wahid dalam bukunya “Tuhan Tidak Perlu Dibela” yang diterbitkan oleh LKiS Yogyakarta pada tahun 1999.
catatankaki.org
Kopi Populer
- SULUK SUNAN KALI JAGA MLEBU ALLAH METU ALLAH
- Tarjamah Tafsir Jalalain. Surat Al-Fatihah & Surat Al-Baqarah
- Penjelasan Surat Al Maidah Ayat 5
- Kualitas Motherboard, Pentingkah?
- Mayat Ahli Bid'ah Hancur
- Yayasan Arimatea Mengakui Memang Banyak Muslim Murtad!
- MENGAMALKAN SHOLAWAT TIDAK PERLU GURU SPRITUAL
- SEPUTAR MASALAH KODIFIKASI HADITS
- ANTARA WAHYU DAN AKAL
- 10 GAME TERSERU ANDROID