Demokrasi sama sekali tidak bertentangan dengan Islam karena di dalamnya terdapat prinsip-prinsip Islami yang jelas termaktub dalam al-Qur’an dan al-Hadis. Yusuf Qardlawi bahkan menyebut demokrasi dengan Islam itu sendiri (Jawhar al-Islam). Pada demokrasi sudah mencerminkan praktek syura’
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
(QS. Ali Imran: 159),
Ahl Al-Halli wa Aqdi
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
(QS. Al-Nisa’: 59),
menolak penguasa despotik
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آَتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
(QS. Al-Baqarah: 258)
Mengikuti suara mayoritas
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
(QS. Al-Tawbah: 105)
الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آَيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ الَّذِينَ آَمَنُوا كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ
QS. Al-Ghafir: 35) .
Fahmi Huwaidi dalam bukunya yang berjudul al-Dimuqrhutiyyah wa al-Islam, menegaskan bahwa pemerintahan dengan praktek Khilafah juga sebenarnya tak lepas dari kerelaan rakyat (ridla al-ummat). Kedaulatan yang ada dalam praktek Khilafah tidak merepresentasikan kedaulatan Tuhan. Toh pada kenyataanya Ekses dari kedaulatan (dalam ranah politik) di tangan Tuhan sangat berbahaya sekali, karena bisa menjadi legitimasi seorang Khalifah untuk berbicara atas nama Tuhan, dan yang membangkang seolah membangkang pada Tuhan. Apalagi bila yang menjadi kholifah adalah orang yang sangat kolot pandangannnya, Tentu saja ini pandangan yang keliru. Dan sangat potensial melahirkan pemimpin despotik.
Lebih menarik lagi Syaikh Muhammad Imarah dalam bukunya yang bertajuk al-Dawlah al-Islamiyyah baina al-Ilmaniyyah wa al-Shulthat al-Diniyyah merasionalisasikan gagasan ini pada logika yang paling dekat; jika kedaulatan ada di tangan rakyat, maka Khalifah adalah wakil dari rakyat dan mengatur urusan rakyat. Sedang jika mengatakan kedaulatan Tuhan, maka Khalifah adalah wakil Tuhan dan merepresentasikan maksud Tuhan. Lalu, apa yang salah dengan demokrasi jika membawa kemaslahatan bersama?
Pun Jika berpijak pada fikih klasik, maka pemerintah yang dipilih oleh rakyat dan terdapat wakil rakyat yang menduduki parlemen sudah sah secara syar’i. Oleh karena itu, ketika melihat konteks Indonesia, pemerintah Indonesia sudah sesuai dengan tata cara pemilihan pemimpin yang disebutkan dalam fikih klasik, karena presiden dilantik oleh MPR. Dan MPR adalah wakil rakyat yang statusnya tak berbeda dengan Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi. NKRI HARGA MATI!