TAFSIR AYAT-AYAT GHANIMAH (HARTA RAMPASAN PERANG)

Posted in Kamis, 31 Mei 2012
by ANAN SMILE
A. Pendahuluan. Sejak dulu kala syariat selalu berproses melalui hal-hal yang bisa memudahkan manusia menjalankan syariatnya. Melalui sebuah proses hokum ini, maka seringkali mengalami tambal sulam di sana-sini, kadang ada hukum yang terhapus dan ada pula yang ditambahkan pada syariat sesudahnya, salah satu hukum yang terhapus adalah bolehnya seorang lelaki menikahi dua bersaudari sekalian seperti pada syariatnya Nabi Musa, dan pada syariat yang dibawa Muhammad hukum ini tidak diperbolehkan, sedang hukum yang dulu tidak boleh dan pada syariat Muhammad diperbolehkan adalah pembagian harta rampasan perang yang terkenal ghanimah. Ghonimah merupakan syariat yang khusus diperuntukkan buat Nabi Muhammad, seperti hadits beliau yang artinya, “ 1. Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul , oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman." 2. Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. 3. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. 4. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.(QS. Al-Anfal ayat 1-4) Ghonimah ialah harta yang dirampas dari orang kafir secara umum melalui peperangan dengan mengerahkan pasukan dan lain sebagainya.ghonimah ini dibagi menjadi lima bagian, 1/5 dibagi lagi untuk lima kelompok, pertama untuk Allah (kemaslahatan kaum muslimin) dan rasulnya. Kedua, untuk kerabat Rasul, ketiga untuk orang – orang yatim, keempat dan kelima untuk orang-orang miskin dan ibnu sabil (orang yang terlantar di perjalanan atau terusir dari tempat tinggalnya. Sedangkan 4/5 bagian diperuntukkan para tentara yang turut berperang. Demikian itu berdasarkan pada firman Allah Ta’ala.      •                              41. Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang , Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad) di hari Furqaan yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Syeh Abu Syuja’ berkata: “Barang siapa membunuh musuh ,maka harta yang di sandang oleh musuh (salab) yang terbunuh untuk orang yang ikut hadir dalam pertempuran.Tentara berkuda mendapat tiga kali bagian tentara yang berjalan kaki hanya mendapat jatah satu orang. Barangsiapa mempertaruhkan dirinya dalam membunuh orang kafir dan bertahan dalam peperangan, sedangkan pembunuh tersebut termasuk orang yang berhak mendapat bagian dari harta rampasan perang, maka ia berhak memiliki salab orang kafir yang dibunuh itu. Salab adalah harta yang disandang/dibawa serta orang kafir yang terbunuh dalam peperangan, seperti senjatanya, pakaiannya kudanya dan lain sebagainya. Salab ini menjadi milik pembunuh secara perorangan. B. Asbab al-nuzul Surat al-anfal (harta rampasan perang) adalah surat kedelapan pada urutan surah-surat dalam alqur’an. Sementara ulama menilai bahwa surat ini adalah wahyu kedelapan puluh Sembilan yang diterima Nabi.mayoritas ulama berpendapat bahwa seluruh ayat-ayatnya turun setelah Nabi berhijrah. Ada yang mengecualikan ayat ke-64, ada juga yang mengecualikan ayat 30 dan lima ayat lain yang turun di Makkah, menurut Quraisy Shihab, konteks ayat yang berbicara tentang situasi Makkah itu justru dalam rangka mengingatkan situasi sebelum kondisi di Madinah yang sudah damai dan penuh kesejahteraan dibanding saat di Makkah dulu guna menarik pelajaran dan sepatutnya bersyukur atas nikmat Allah. Menurut Al-Biqa’I, bahwa tema dan tujuan penting dari surat al-Anfal adalah dalam rangka menekankan bahwa manusia tidak mampu mendatangkan manfaat sama sekali, tidak juga kuasa menampik madharat kecuali atas kekuasaan Allah yang diberikan padanya. Dia juga berpendapat bahwa ketika mereka saling berselisih pada masalah harta rampasan perang, maka Allah menghalangi mereka secara langsung, dan mengharuskan mereka untuk tunduk dan patuh dengan penuh kerendahan hati serta menetapkan bahwa yang membaginya adalah rasulullah. Itu karena kemanangan di medan Badr disebabkan lemparan batu batu kecil ke hadapan kaum kuffar dan mengenai mata mereka semua. Dan itu semua merupakan mukjizat Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Nabi saw bersabda : “barang siapa yang membunuh (musuh), ia akan mendapat sejumlah bagian tertentu dan barangsiapa yang menawan musuh, ia pun akan mendapat bagian tertentu pula.” Pada waktu itu orang tua tinggal menjaga bendera, sedang para pemuda maju ke medan laga menyerbu musuh dan mengangkut ghanimah. Berkatalah orang-orang tua kepada pemuda,”jadikan kami sekutu kalian karena kamipun turut bertahan dan menjaga tempat kalian.” Hal ini mereka adukan kepada Nabi maka turunlah ayat satu dari surat al-Anfal ini yang menegaskan bahwa ghanimah itu merupakan ketetapan Allah dan jangan menjadi bahan pertengkaran. Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa dalam peperangan badr, Umair terbunuh dan Sa’ad bin Abi Waqqas (saudaranya) dapat membunuh kembali pembunuh saudaranya itu, yaitu Sa’id bin al-‘Ash bahkan dapat mengambil pedangnya serta dibawanya pedang itu kepada Nabi saw. Nabi bersabda:”simpanlah pedang itu di tempat harta rampasan yang belum dibagikan.” Saad pun pulang dengan rasa sedih karena saudaranya terbunuh dan dikumpulkannya harta rampasan pribadinya. Tak lama kemudian turunlah ayat 1 dari surat al-Anfal ini dan bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqqas,”ambillah pedangmu itu” . Dalam riwayat Abu Dawud meriwayatkan dari Ibn Abbas ra berkata :”ketika pada perang badar Rasulullah saw bersabda: “barang siapa melakukan demikian dan demikian, maka dia mendapatkan tambahan demikian dan demikian” Maka para pemuda dari suatu kaum bergegas melakukan demikian, sedangkan orang tua tinggal saja di bawah bendera. Kemudian ketika ada harta rampasan, mereka datang untuk mencari bagiannya.maka para orang tua berkata :”janganlah kalian memojokkan kami, kami juga membantu kalian, seandainya kamu terdesak, tentu kamu akan lari menuju kami” mereka terus berdebat berkepanjangan, maka Allah menurunkan ayat yas’aluunaka anil anfaal itu. C. Pembahasan Kandungan Ayat. Kita tautkan kembali hubungan antara ayat 1 dan 41, di sana dikatakan bahwa kalau mereka bertanya kepada engkau, wahai utusanKu, tentang harta rampasan, yang di ayat satu itu disebut al-anfal, maka hendaklah engkau jelaskan kepada mereka bahwa anfal itu adalah bagi Allah dan rasulNya. Artinya hendaknya kalian kumpulkan jadi satu harta rampasan tersebut, belum seorang jua yang mampu memilikinya sebelum dikumpulkan dan diputuskan oleh Allah dan Rasul.tentu sudah maklum bahwa Rasul menguasai terlebih dahulu atas nama Allah. kelak, menurut ayat 41 barang rampasan yang disebut di dalam ayat ini sebagai ghanimah dibagi menjadi lima bagian, bagian 1/5 untuk Allah dan rasulnya, dan 4/5nya dibagikan kepada para pejuang yang turut bertempur. Bagi yang berjalan mendapat satu bagian, yang berkuda mendapat 3 bagian. Ada enam pendapat ulama berkenaan dengan pembagian ghanimah: 1. yang seperlima itu dibagi menjadi enam bagian, satu bagian untuk kepentingan ka’bah,itulah yang dikatakan untuk Allah,sebagian untuk rasulullah saw.dan sebagian lagi untuk kerabatnya, bagian keempat untuk anak-anak yatim, bagian kelima untuk orang miskin.bagian ke enam diperuntukkan ibnu sabil untuk bantuan baginya saat mengadakan perjalanan. 2. Seluruh ghanimah dibagi menjadi lima empat perlima dibagikan kepada yang ikut berperang, satu perlima ada di tangan rasul untuk dibagikan kepada lima macam golongan termasuk diri rasul. 3. Yang ketiga diriwayatkan dari Zainal ABidin ibn Husain Ibn Ali bin Abi Thalib “yang seperlima adalah untuk kami”, kemudian ditanyakan oleh seseorang :”bukankah di dalam ayat itu ada anak yatim dan orang miskin?”, beliau menjawab:” yaitu orang miskin, anak yatim, orang yang mengadakan perjalanan dari keluarga kami.” Jadi menurut faham beliau. 4. Dari Imam Syafii berpendapat bahwa yang seperlima itu dibagi lima, yang satu untuk untuk Allah dan rasulnya, yang dipergunakan untuk kepentingan umum, yang empat terakhir untuk emapt golongan yang ada di dalam ayat. 5. yaitu pendapat Abu Hanifah. Yang seperlima itu dibagi menjadi tiga bagian yaitu untuk anak-anak yatim, orang orang miskin dan orang dalam perjalanan, hukum yang diperuntukkan rasul dengan sendirinya terhapus sebab rasul juga telah meninggal , maka dimulailah seperlima itu dipakai untuk memperbaiki jalan, jembatan, membangun masjid dan menggaji para hakim dan tentara” perkataan seperti ini pula yang ditulis oleh Imam Syafi’i. 6. Pendapat terakhir, dari Imam Malik:”mempergunakan yang seperlima ini terserah kepada kebijakan al-Imam (kepala Negara) dan ijtihadnya. Dia boleh mengambil bagian dirinya sendiri menurut kebijakannya sendiri dan membagikan pula kepada bala tentaranya bagaimana patutnya. Dan yang selebihnya digunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin.” Al-Qurthubi berkata :” yang seperti inilah perkataan khalifah yang empat, dan begini pula mereka amalkan, dengan dalil sabda rasul saw. ليس لي مما أفاء الله إلا الخمس والخمس مردود عليكم Artinya :”tidaklah ada untukku dari harta rampasan yang telah dihidangkan Allah untuk kamu, kecuali seperlima saja, yang seperlima itupun kembali kepada kamu jua”. DAFTAR PUSTAKA Ash Shabuni, terj. Zuhri, Moh. Rawaai’ul Bayan, (Semarang : Asyifa) Jilid II, 1971. Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta:Pustaka Panji Mas) Jilid X, 1985. Qomaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul, (Bandung : cv.Diponegoro, Cet.XI), 1963. Shihab, Quraish, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarata : Lentera Hati), 2005. Taqiyyuddin, Terj. Zaidun ach, Kifayatul akhyar Jld III, (Surabaya : Bina Ilmu), 2001