Menakar Kejujuran Arifianto

Posted in Selasa, 12 April 2011
by Unknown
Oleh: Anggota WLML / Ahmad Syaifudin


Hari Jum’at, 8 April 2011, sekitar pukul 11 siang, beberapa saat menjelang masuk waktu Shalat Jum’at; terjadi Tragedi Moral di gedung DPR RI, Senayan Jakarta. Arifinto, seorang anggota DPR Fraksi PKS, tertangkap kamera foto sedang menikmati menu film mesum di tengah sidang Paripurna DPR. Duuaaaarrr!!! Tragedi moral pun meledak!

Mengapa ini disebut sebagai tragedi moral?

[1] Karena pelaku yang menikmati video mesum itu seorang anggota DPR yang seharusnya memberi contoh baik kepada seluruh rakyat Indonesia.

[2] Sang pelaku, Drs. Arifinto, adalah anggota DPR dari PKS. PKS sendiri selama ini dikenal sebagai partai Islam, partai dakwah, partai moral dengan slogan “bersih dan peduli”.

[3] Tindakan menonton video porno itu dilakukan saat di ruang sidang paripurna DPR, ketika anggota DPR sedang sibuk membicarakan masalah kenegaraan dan rakyat. Amit-amit deh!

[4] Tindakan menikmati video porno itu sangat kontras dengan gerakan Menkoinfo, Tifatul Sembiring, yang melakukan kampanye blokir situs porno.

[5] Dan ini yang paling parah, peristiwa memalukan itu terjadi hanya beberapa saat sebelum masuk waktu Shalat Jum’at. Di hari Jum’at yang suci dan berkah, malah ketangkep basah nonton “begituan”. Masya Allah, laa haula wa laa quwwata illa billah.

Arifinto sendiri segera memberikan klarifikasi atas kejadian membuka konten mesum di dalam rapat sidang paripurna DPR itu. Kata Arifinto: Dia membuka-buka tablet PC karena merasa jenuh dengan suasana persidangan. Dia membuka konten itu dari e-mail. Dia hanya membuka beberapa detik, lalu setelah tahu isinya konten pornografi, seketika langsung dihapus. Lebih jauh Arifinto menangkis, “Melihat hanya beberapa detik seolah seperti nonton sampai Kiamat.”

Masalahnya, Arifinto jujur tidak dengan pengakuannya itu? Benarkah ia membuka dari e-mail, bukan folder? Benarkah, dia hanya membuka beberapa detik, langsung menghapus konten? Benarkah kejadian itu suatu ketidak-sengajaan belaka?

Menutupi Kemunkaran dengan Kebohongan
Kalau menganalisis masalahnya, Arifinto jelas sudah berbohong dan hendak membersihkan diri dengan melakukan kebohongan-kebohongan. Hal itu bisa dibuktikan dengan analisis sederhana.

PERTAMA: Dia merasa jenuh mengikuti sidang paripurna DPR.

Ini adalah kata-kata yang sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang anggota DPR. Ya, itulah resikonya menjadi anggota DPR. Kejenuhan ada dimana-mana, tidak hanya di sidang paripurna saja. Lagi pula, apakah setiap bulan Arifinto jenuh menerima gaji dari DPR? Lalu dimana tanggung-jawab Arifinto kepada para konstituen yang memilihnya sehingga lolos menjadi anggota DPR? Kasihan amat mereka. Sosok yang mereka pilih ternyata mentalnya lemah, mudah jenuh saat mengemban tugas kerakyatan. Kasihan amat ya.

KEDUA: Dia mengakses konten porno dari e-mail.

Kalau melihat foto Arifinto saat membuka tablet PC-nya, jelas tampak itu bukan link e-mail. Link e-mail itu kan isinya kalimat-kalimat, bukan pilihan gambar. Masak disebut link e-mail tetapi ada banyak pilihan gambar yang bisa diambil. Tidak ada link e-mail seperti itu. Coba deh Anda ingat kalau diberi link video dari youtube. Apakah tampilannya langsung berupa pilihan foto-foto memenuhi halaman monitor? Tidak kan.

Kalau Arifinto mengaku sering mendapat e-mail konten porno, pertanyaanya mengapa dia mendapat konten-konten seperti itu? Bagi orang-orang yang tahu realitas multi media, mereka akan paham bahwa e-mail seseorang tak semudah itu dikirimi konten porno, kalau dia tidak terlebih dulu REGISTRASI di situs porno tertentu. Hal ini sudah dimaklumi. Kalau kita tak pernah registrasi, atau tidak biasa mengakses situs-situs porno, tak akan dikirimi e-mail e-mail porno. Saya sendiri membuktikan hal itu selama kurang lebih 8 tahun memakai e-mail.

KETIGA: Dia mengakses konten porno hanya beberapa detik, lalu langsung dihapus.

Ini adalah pengakuan bohong. Sangat kelihatan itu. Bagi seorang fotografer, sebelum membidik suatu sasaran, dia pasti melakukan analisis dulu, apakah obyeknya layak difoto atau tidak? Kalau dianggap layak, dia akan melakukan penyesuaian jarak shoot kamera. Ini akan memakan waktu beberapa detik sampai hitungan menit. Jika Arifinto hanya mengakses beberapa detik, pasti saat dia akan difoto sang fotografer akan kehilangan MOMENTUM. Bagaimana tidak? Wong saat baru akan difoto, ternyata langsung ditutup.

Tetapi menurut M. Irvan, dia bisa menembak sampai 60 frame foto selama dua menit. Luar biasa kan, sampai 60 jepretan kamera. Itu artinya, Arifinto tidak hanya membuka konten beberapa detik, tetapi hitungannya menitan. Menurut fotografer, Arifinto bukan membuka e-mail, tetapi folder konten porno. Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun.

KEEMPAT: Dia nonton hanya sebentar, seolah nonton sampai Kiamat.

Ya masalahnya, dia anggota DPR “yang terhormat”, dari partai “bersih dan peduli”, dilakukan saat sidang paripurna, dilakukan saat menjelang Shalat Jum’at lagi. Masya Allah, apakah itu perbuatan yang bisa dibenarkan.

Dalam posisi seperti ini Arifinto menyebut-nyebut istilah Kiamat. Mengapa dia tidak ingat Kiamat ketika sedang “pelesir begituan” di gedung DPR? Mengapa dia menyebut-nyebut terminologi Islam untuk membela diri. Demi Allah, perbuatan Arifinto itu, meskipun hanya beberapa detik saja, jelas-jelas telah menghancurkan nama baik kaum Muslimin di Indonesia. Setelah kejadian seperti ini, lalu bagaimana caranya kita meyakinkan masyarakat luas agar percaya kepada politik Islam? Agar mendukung para politisi Muslim? Bagaimana caranya?

KELIMA: Jangan menghujat Arifinto lah! Kasihan dia kan!

Kalau tidak dihujat dan dikecam, lalu mau diapakan? Mau didukung? Didoakan? Ditoleransi? Dimaafkan? Atau perbuatannya perlu disosialisasikan ke masyarakat luas agar ditiru? Begitukah…

Apakah Anda mau ikut menanggung dosa bersama Arifinto dalam rangka merobohkan pilar-pilar moralitas masyarakat dan kaum Muslimin di Indonesia? Kalau Anda paham harga dari perbuatan Arifinto itu dalam meremuk-redamkan kepercayaan manusia kepada dakwah Islam atau politik Islam, mungkin Anda baru akan mengerti makna hujatan bagi politisi busuk seperti dirinya.

Coba kita tanya satu pertanyaan jujur: “APAKAH SAUDARA ARIFINTO BERANI MEMBUKA VIDEO-VIDEO MESUM ITU, SEKALIPUN DARI LINK E-MAIL, JIKA DIA DUDUK DI TENGAH KAWAN-KAWAN ANGGOTA DPR LAINNYA?” Dia berani berbuat munkar itu karena sedang duduk sendiri, menyepi dari kawan-kawannya. Iya kan.

Alih-alih mau mempersiapkan diri menyambut Shalat Jum’at. Malah berkhalwat dengan konten porno. Padahal bagi sosok seusia dan sedewasa Arifinto, sudah tidak layak lagi bicara soal video porno. Bagi seorang Muslim yang sudah mapan menikah, misal sudah menikah lebih dari 10 tahun, tidak layak bergumul dengan barang-barang porno itu. Sudah tua Pak, sudah bau tanah, masak tidak sadar diri sih?

Intinya, Arifinto jelas tidak jujur dengan pengakuannya. Mau menutupi kemunkaran dengan kebohongan. Hasilnya tambah runyam.
Na'udzubillah...