Abah Anom: Matahari Cinta Dari Suryalaya

Posted in Rabu, 06 Juli 2011
by Mbah Kanyut
AHMAD SHOHIBUL WAFA’ TAJ AL-ARIFIN


Syekh ini adalah salah satu pemimpin pesantren Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN) terbesar di Indonesia, yakni Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya, Jawa Barat. Beliau lebih dikenal sebagai “Abah Anom” atau “Kyai Muda,” karena beliau diangkat menggantikan ayahnya sebagai pemimpin pesantren dalam usia yang masih muda, yakni 35 tahun. Sufi kharismatik ini selalu dikunjungi banyak orang untuk mendapatkan barakahnya. Belakangan karena kondisi fisik Abah yang sudah tidak memungkinkan untuk berlama-lama melayani tamu, para umat harus antri untuk dapat bersalaman dan memohon doa-restunya setiap pagi selepas shalat subuh, dan kesempatan ini hanya dibuka selama kurang lebih satu jam setiap harinya. Kebanyakan tamu yang antri itu membawa botol-botol berisi air putih untuk didoakan. Pesantrennya juga dikenal sebagai pusat pengobatan dan pembinaan para korban narkoba dan remaja nakal melalui metode agama, terutama metode zikir dan ibadah.
Abah Anom, lahir pada 11 Januari 1915, adalah putra kelima dari Syekh ABDULLAH MUBAROK IBN NUR MUHAMMAD. Ibunya adalah Hajjah Juhriyah. Abah Anom memulai pendidikan formalnya di Vervolig Scool, Ciamis antara 1923-1928. Kemudian melanjutkan ke madrasah tsanawiyah (sekolah menengah) di Ciawi, Tasikmalaya. Sejak usia 15 tahun, yakni 1930, Abah Anom mulai secara khusus mendalami ilmu-ilmu agama. Beliau belajaar fiqh di Pesantren Cicarian, Cianjur. Di sini beliau secara khusus mendapat ijazah tulis-menulis huruf Arab (harupat tujuh), ilmu Qur’an dan hadits. Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya ke Pesantren Jambudwipa, Cianjur, Jawa Barat, kemudian ke Gentur, Cianjur yang diasuh oleh ulama kharismatik, Ajengan Syatibi. Pada 1935-1937 Abah Anom berguru kepada Ajengan Atjeng Mumu untuk memperdalam ilmu agama dan juga mendalami ilmu hikmah (kesaktian, ilmu gaib) dan ilmu silat. Ajengan Mumu ini adalah putra dari Ajengan Sindang Hayu, Sukabumi, yakni Ajengan Cikaret, yang terkenal sebagai ahli tarekat yang menerapkan ajaran tarekat ke dalam ilmu persilatan. Di pesantren inilah Abah Anom mendapat ilmu tentang manajemen pesantren, ilmu berburu dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Di sini Abah Anom, yang masih berusia 18 tahun, telah dipercaya oleh ayahnya untuk menjadi wakil talqin TQN. Kegemaran Abah Anom pada ilmu silat dan kesusastraan lebih diperdalam lagi dengan berguru kepada Haji Djunaedi di Panjalu, yang tersohor sebagai ahli ilmu “alat,” jagoan silat dan ahli ilmu hikmah. Pada 1938 Abah Anom pergi ke Mekah dan di sana beliau rajin mengikuti pengajian bandongan di Masjidil Haram. Abah Anom terbiasa tidur di atas pasir di sekitar Masjidil Haram. Beliau juga rajin mengunjungi ribat Naqsyabandi di Jabal Qubaysi untuk ber-muzakarah kitab Sirr al-Asrar dan Ghaniyyat al-Thalibin karya Sulthan al-Awliya Ghautsil al-Adhim Syekh ABDUL QADIR AL-JILANI. Sepulangnya ke tanah air Abah Anom harus menghadapi banyak kesulitan, terutama setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 1945. Abah Anom ikut berjuang dalam perang kemerdekaan melawan agresi Belanda, ikut membantu memerangi pemberontakan DI/TII. Sepanjang era 1950-an, pesantren Suryalaya diserang oleh DI/TII sebanyak lebih dari 38 kali. Atas jasa-jasanya dalam membantu menumpas pemberontakan inilah Abah Anom mendapat penghargaan dari Kodam VI Siliwangi. Selain itu Abah Anom juga aktif merintis pembangunan di bidang ekonomi dan pertanian di sekitar wilayah pesantren karena pada saat itu kondisi perekonomian sedang sangat memprihatinkan, terutama pada masa pergolakan 1960-an yang berpuncak pada pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Pada masa Orde Baru, Abah Anom berafiliasi dengan Partai Golkar dan pada 1982 diangkat menjadi pinisepuh partai berlambang beringin tersebut. Abah Anom menikah dua kali, pertama dengan Hajjah Euis Ru’ayanah, yang wafat pada 1978, dan kemudian menikah lagi dengan Ibu Yoyoh Sofiah. Dari istri pertamanya beliau dikaruniai 13 putera dan puteri: Dudun Nursaidudin, Aous Husni Falah, Nonong, Didin Hidir Arifin, Noneng Hesyati, Endang Ja’far Sidiq, Otin Khadijah, Kankan Zulkarnaen, Memen Ruhimat, Ati unsuryati, Ane Utia Rohyane, Baban Ahmad Jihad dan Nur Iryanti. Sedangkan dari istri keduanya beliau dikaruniai anak lelaki yang diberi nama Ahmad Masykur Firdaus.

Di bawah kepemimpinan Abah Anom Pesantren Suryalaya dan Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah mengalami perkembangan pesat dan luas. Pengikutnya bahkan sampai ke negeri tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei. Salah satu kegiatan yang menarik puluhan ribu orang adalah acara manaqiban, yakni peringatan dan pembacaan manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani, yang diadakan setiap tanggal 11 bulan Hijriah. Dalam rangka memodernisasi pesantrennya, Abah Anom mendirikan Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya pada 1961 yang bertujuan menunjang kegiatan ponpes Suryalaya di bidang ekonomi, sosial, pendidikan, politik dan tarekat. Abah Anom juga mendirikan sekolah-sekolah dari taman kanak-kanak hingga universitas (Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah). Selain itu Abah Anom juga merintis metode pengobatan korban narkoba dengan metode zikir tarekat dengan menyusun kurikulum pendidikan yang dikenal sebagai Inabah, yakni “Ibadah Sebagai Metode Pembinaan Korban Penyalahgunaan narkotika dan Kenakalan Remaja.”

Pada 2003 khalifah Tarekat Naqsyabandiyyah Haqqani dari Amerika Serikat, Syekh Nadzim Haqqani berkunjung menemui Abah Anom, ditemani oleh Habib Luthfi ibn Yahya Pekalongan. Dalam pertemuan dua wali Allah itu terjadi kisah agak aneh. Syekh Nadzim mengeluarkan sebuah peluit kecil, lalu ia minta kepada Abah Anom untuk meniupnya. Setelah ditiup, Syekh Nadzim kemudian bergantian meniupnya. Menurut Syekh Nadzim, beliau tahu Abah Anom melalui ilham-kasyaf-nya. Ilham itu mengatakan bahwa di Timur ada wali Allah yang amat ikhlas lagi zuhud, meski hartanya berlimpah-ruah. Menurut Syekh Nadzim, “Sesungguhnya kami tidak perlu penerjemah bahasa. Sebab apa yang kami kemukakan sudah dimengerti oleh Abah Anom, karena sebelum [pertemuan ini] kami sudah berkomunikasi secara spiritual. Walau Abah tertunduk seperti itu sebenarnya beliau tidak tidur…” Dalam usianya yang 92 tahun pada tahun 2007, kondisi fisik Abah Anom sudah sangat renta dan rapuh. Beliau tak mampu lagi berjalan, kepalanya senantiasa tertunduk ke bawah, dalam posisi miring sedikit kiri, sebuah posisi zikir khafi (zikir rahasia, diam). Sebagian orang mengatakan keadaan ini lantaran adalah kebiasaan zikir khafi Abah Anom yang amat kuat dan tak pernah berhenti-henti, sehingga hampir tak pernah tidur setiap malam untuk melakukan zikir. Seorang murid menuturkan, “Abah selalu duduk di pojok sambil berzikir. Suara tasbihnya yang ‘berkecrek-kecrek’ selalu terdengar tak pernah putus. Abah selalu berzikir secara khafi. Setiap merasa mengantuk atau batal, Abah lalu melakukan wudhu dan shalat sunnah dua raka’at. Setelah itu beliau duduk dan berzikir lagi. Begitu seterusnya setiap malam.”

Salah satu akhlak luhurnya yang terkenal adalah kelembutan hati dan kasih sayangnya. Beliau pernah diludahi oleh seorang remaja nakal yang menjadi binaannya, namun beliau tetap tenang dan tersenyum. Beliau pernah menangkap pencuri, namun dia dibebaskan dan disuruh membawa hasil curiannya. Bahkan setiap bulan pencuri tersebut disuruh datang untuk menerima bantuan biaya hidup dari Abah Anom. Berkat kelembutan dan kearifannya pula banyak orang yang menjadi pengikutnya meski pada awalnya amat keras menentang Abah Anom. Salah satunya adalah almarhum Kyai Haji Abdus Salam Nasution, mantan pejabat teras MUI Bandung, yang pada mulanya anti pada Suryalaya, dan menganggapnya sebagai sarang ajaran sesat dan bid’ah yang harus diberantas. Dia sering mendatangi majelis manaqiban, mencaci-maki dan membubarkannya. Pada akhirnya dia datang menemui Abah Anom untuk mendiskusikan ajaran Islam. Dia duduk seenaknya tanpa sopan-santun di hadapan Abah Anom, bahkan tangannya secara tak sopan menunjuk-nunjuk wajah Abah Anom saat berbicara, meremehkan Abah Anom sebagai kyai kelas kampung. Tetapi setelah setidaknya dua kali pertemuan, Nasution ini akhirnya mengakui kebenaran ajaran tarekat dan ditalqin pada tahun 1975. Bahkan beliau menjadi mubaligh Suryalaya. Karena gaya bicara bataknya yang keras dan blak-blakan, beliau dijuluki orang Suryalaya sebagai “Batak Tembak Langsung,” “si cabe rawit” (karena tubuhnya kecil tapi bicaranya lantang), dann si “puyuh gonggong” karena pandai berkelit. Beliau dikenal sebagai pembela Suryalaya jika ada masalah, baik lewat bicara, fisik atau hukum.


Karya dan beberapa ajarannya

Abah Anom mempunyai pandangan yang luas tentang peran sosial tasawuf. Beliau mengkritik orientalis Barat, dan sebagian orang Islam sendiri, yang melakukan penelitian tasawuf hanya untuk mencari kelemahan. Menurut Abah Anom, tasawuf adalah bidang kajian yang sulit dan tidak dapat disentuh secara utuh oleh mereka yang tidak sepenuhnya mengenal dan memahami Islam pada umumnya dan tradisi-tradisi keruhanian pada khususnya. Hal-hal seperti riyadah, hal, maqam, zawq, dan sebagainya akan sulit, jika tidak boleh dikatakan mustahil, untuk dipahami secara komprehensif dan tepat oleh mereka yang tidak mempraktikkannya, apalagi oleh mereka yang bukan Muslim. Sebagian pandangan Abah Anom tentang ibadah Islam pada umumnya dan asas-asas tarekat pada khususnya ditulis dalam kitabnya yang diberi judul Miftah al-Shudur (Kunci Pembuka Dada), sedangkan penjelasan praktik ritualnya dituangkan dalam kitab Uqud al-Jum’an. Dalam masalah sosial masyarakat dan kenegaraan beliau senantiasa berpegang pada prinsip Tanbih dan Asas Tujuan TQN yang diwasiatkan oleh ayahandanya (lihat ABDULLAH MUBAROK IBN NUR MUHAMMAD). Walau demikian, beliau berpendapat bahwa TQN bukan satu-satunya sarana (wasilah) untuk mencapai ma’rifatullah, sebab beliau juga menghormati tarekat-tarekat lain, yang juga kerap dirujuknya dalam berbagai ceramah, khotbah dan tulisannya, seperti Syadiziliyyah, Kubrawiyyah, dan sebagainya. Dalam praktik ritualnya, Abah Anom terkesan lebih “moderat” dibandingkan beberapa tarekat lain. Beliau memodifikasi beberapa ritual tarekat, sehingga apa yang diamalkan ikhwan (murid) tarekat awam agak berbeda dengan Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dalam jalur otoritas lain. Misalnya, tidak ada ketentuan hitungan jumlah zikir khafi, hanya disebut “sebanyak-banyaknya.” (Dalam otoritas lain ada ketentuan, seperti 5,000 kali setiap hari, atau 25,000 setiap hari.) Tetapi bagi lingkaran ikhwan yang lebih dalam dan serius, Abah Anom memberlakukan aturan yang lebih serius dan ketat, terutama bagi mereka yang benar-benar ingin melakukan suluk.

Kitab Miftah as-Shudur adalah risalah utama Abah Anom tentang dasar-dasar teoritis dan amalan TQN dalam tradisi Suryalaya, yang aslinya ditulis dalam bahasa Arab, dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia (oleh Profesor Abu Bakar Aceh), Inggris dan Melayu. Kitab ini terbagi menjadi dua juz (bagian) dengan struktur: (1) pendahuluan, pentingnya zikir secara umum; (2) inti sari konsep nafy wa itsbat dalam zikir; (3) kaifiyyah (tata cara) zikir jahr (dengan suara keras); (4) dasar dan asal-usul talqin (inisiasi atau ba’iat) dan al-ahad (kesetiaan); (5) kewajiban menyebut silsilah tarekat; [bagian 2] (6) muqadimmah, ditulis oleh Abu Bakar Aceh; (7) membahas pentingnya ingat kepada Tuhan dan dampaknya bagi pendidikan agama; dan (8) cara melemahkan kekuatan setan dengan amalam zikir. Kitab Uqud al-Jum’an adalah keterangan amalan yang dibagi menjadi tiga bagian utama: wiridan, khataman dan silsilah TQN. Karya lainnya adalah Akhlaqul karimah/Akhlaqul Mahmudah Berdasarkan Mudaawamah Dzikriilah. Sedangkan Kitab Kurikulum Inabah menjelaskan sistematika pedoman kegiatan ibadah dari sejak bangun tidur hingga tidur kembali.

Sebagai Syekh Mursyid yang kamil-mukammil, Abah Anom memiliki wawasan yang cukup luas tentang aspek-aspek penting dalam ajaran Islam pada umumnya, dan tasawuf dan tarekat pada khususnya. Menurut Abah Anom, ma’rifat adalah bagian dari konsep ru’yat Allah (melihat Allah). Ma’rifat terdiri dari beberapa peringkat. Secara berurutan, peringkat tersebut adalah: ma’rifat al-asma’ (mengenal Asma Allah); ma’rifat al-shifat (mengenal Sifat Allah); ma’rifat a;-af’al (mengenal perbuatan Allah); dan ma’rifat al-dzat (makrifat tertinggi, mengenal Dzat Allah). Tetapi sebelum sampai kepada makrifat yang hakiki, menurut Abah Anom, seseorang harus mencapai tingkat mahabbah (cinta kepada Allah). Mengenai mahabbah, menurut Abah Anom, merupakan jembatan emas untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Karenanya, seorang mukmin dituntut meningkatkan rasa cintanya terus-meneris, agar tercapai kondisi di mana cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri atau makhluk-Nya. Teknik penumbuhan rasa cinta ini, menurut Abah Anom, antara lain seperti ditunjukkan oleh Nabi Muhammad saw kepada Sayyidina Ali: “Ciri-ciri cinta kepada Allah adalah lebih dulu cinta kepada zikir kepada Allah.” Teknik zikir inilah yang kemudian dijabarkan dan dipraktikkan dalam tarekat. Tujuan ini tercermin dalam doa TQN yang artinya, “Ilahi, Engkaulah yang kutuju, ridho-Mulah yang kuharapkan, karuniai daku dengan cinta dan ma’rifat kepada-Mu.”

Pesantren Inabah

Sebagian orang mengenal Pesantren Suryalaya sebagai pesantren untuk para remaja nakal dan kecanduan narkoba. Metode yang dipakai dalam penyembuhan adalah ibadah sesuai dengan kerangka Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah dan Hydrotheraphy, yang semua formulanya dirancang sendiri oleh Abah Anom. Secara garis besar metodenya adalah: mandi tobat pada dini hari, serangkaian shalat wajib dan sunnah, dan zikir TQN yang harus diamalkan setiap hari siang dan malam. Sebagai asas metode ini, Abah mengemukakan tiga ayat al-Qur’an dan dua hadits:

Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang beriman dan al-Qur’an tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain daripada kerugian (Q.S. 17: 82).
Hai Manusia. Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman (Q.S. 10:57).
[Yaitu] orang-orang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan zikir kepada Allah sajalah hati menjadi tenteram (Q. S. 13: 28).
Ingat kepada Allah adalah penyembuh hati (hadits)
Sesungguhnya setiap penyakit ada obatnya, dan obat bagi penyakit hati adalah mengingat Allah (hadits).

Seorang dokter yang meneliti metode ini mengatakan, bahwa pertama, pengobatan dengan mengucilkan pasien di pondok inabah yang jauh dari masyarakat adalah dalam rangka memutus secara total hubungan mereka dari obat-obatan dan pengaruh buruk lainnya, dan mengalihkan seluruh perhatian mereka pada ibadah dan zikir. Kedua, pasien harus mandi pada dini hari (sekitar pukul 2 pagi) untuk memperbaiki sirkulasi darah. Ketiga, teknik zikir jahar (bersuara keras) dalam TQN memberi pengaruh efektif atas paru-paru karena pernafasan menjangkau level maksimum ketika zikir jahar dilaksanakan sesuai ketentuan tarekat. Melalui zikir terus-menerus, seseorang mampu mencapai apa yang disebut oleh C. G. Jung sebagai arketip ketidaksadaran terdalam… [mereka] tenggelam dalam kesadaran akan Allah secara intens sehingga pasien Inabah dapat mengubah jiwanya melalui bimbingan spiritual yang matang.

Mbah Kanyut
Ikhwan TQN Suryalaya