2012, KIAMAT, OR WHATEVER

Posted in Selasa, 10 Mei 2011
by Mbah Kanyut

2012, KIAMAT, OR WHATEVER, ...

Akan tiba "masa" ketika kita harus punah dari alam fana - mengalami sebentuk kehancuran yg begitu dahsyat sehingga bahkan "gunung-gunung berhamburan seperti bulu-bulu yang berterbangan" dan lelangit digulung sedemikian rupa hingga yang tersisa barangkali hanyalah kemurnian ruh.

Tetapi bukankah alam semesta ini dalam dirinya sudah bersifat "fana" (musnah), lantas mengapa mesti "dimusnahkan" lagi dengan kejadian yang kita namakan kiamat?

Ada banyak tafsir atas kiamat, dan karenanya ada silang-pendapat ttg makna dari peristiwa yg disebut sebagai "akhir zaman" itu. Lewat tulisan singkat ini, kami tak akan memperdebatkan beragam tasir itu, tetapi hanya menyajikan salah satu saja dari sekian banyak tafisr dan pemaknaan atas apa yg kita sebut dengan Hari Kiamat.

Para sufi memahami kiamat bukan dalam perspektif urutan waktu linier, sebab "waktu" itu sendiri adalah bagian dari semesta yg fana. "Qiyamah", dari sudut pandang ini, bukanlah suatu "masa" nanti di ujung waktu yang akan menghapus eksistensi lahiriah semesta. "Qiyamah" dari sudut pandang ini "telah, sedang dan akan" terjadi. Sangkakala Israfil sudah bergaung, sebab segala sesuatu "musnah" kecuali 'Wajah Tuhan." Tuhan Yang Maha Hadir selamanya hadir dan karenanya melampaui batas ruang dan waktu. Kesadaran di pihak makhluk yang fana akan kehadiran-Nya yang abadi akan menyebabkan "kiamat" tak terjadi: "Kiamat tidak akan datang selama masih ada yang mengingat atau menyebut Allah, Allah, Allah.." demikian sabda Rasulullaah. Ini berarti bahwa eksistensi semesta, yang pada hakikatnya fana, bergantung pada eksistensi Wujud-Nya. Dalam bahasa filosofis, "Kehadiran" Tuhan dalam dunia itulah yang menyebabkan semesta tetap eksis, yakni hubungan Tuhan dengan tajalli-Nya (yakni alam semesta) adalah melalui "Kehadiran" Tuhan dalam kosmos.

Dengan demikian ada dua sisi pemahaman dari makna Kiamat semesta.

Pada satu sisi, esistensi akan punah jika eksistensi itu dilepaskan dari sumber penopangnya. Kiamat akan tiba saat orang tak lagi ingat pada sumber penopang eksistensinya (yakni Allah) dan mengingkari atau menolak tata-tertib kosmologis (Hukum Ilahi, Syariah) yang ditetapkan oleh Allah untuk menopang eksistensi semesta itu. Dalam bahasa agama Islam, kiamat akan terjadi ketika tak ada lagi yang ingat Allah dan kemaksiatan dan keingkaran telah merajalela. Kehancuran semesta menjadi "keniscayaan" agar "hakikat" dari eksistensi dipulihkan kembali dalam tatanan kosmologi ruhani. "Qiyam" adalah tegak berdiri, dan karenanya salah satu tafsir menyatakan "hari Qiyamah" adalah "masa-masa di sisi Tuhan yang tak dibatasi oleh waktu" di mana seluruh makhluk ciptaan menyaksikan dengan jelas "Tegaknya Keabadian Kekuasaan Allah" atas segala sesuatu. Penghancuran eksistensi semesta adalah penghancuran ilusi tentang "tegaknya kekuasaan atau eksistensi selain Allah" - bukti paripurna dari La Ilaha Illa Allah, tidak ada Ilah (Tuhan Penguasa) yang patut disembah, kecuali Allah.

Pada "masa" ini tidak dimungkinkan lagi penyangkalan atau pengingkaran, sebab segala sesuatu tampak sebagaimana hakikatnya, yang disimbolkan oleh hadis "matahari terbit dari Barat" - yakni, pembalikan perspektif eksistensial: segala sesuatu yang "terbenam" (ghaib) mendadak muncul dan membuyarkan anggapan ilusif kita tentang semesta. Inilah hari ketika segala sesuatu yang terbenam dalam ilusi ruang dan waktu menjadi "ditampakkan"-- inilah Yaumil Hisab, ketika segala sesuatu yang kita tanam dalam tanah kefanaan menghasilkan buah yang kita petik untuk kemudian kita timbang di alam baqa.

Dari sini muncul perspektif kedua tentang Qiyamah, seperti dikatakan oleh Imam al-Ghazali, yakni bahwa kepunahan semesta, kiamat, adalah tidak "ber-momen", sebab segala sesuatu itu pada hakikatnya "punah" kecuali Dzat-Nya. Perjuangan sufi untuk menghapus sifat buruk pada dasarnya adalah perjuangan untuk menghapus perspektif ilusi yang menipu, sebab sifat-sifat buruk adalah hijab atau ilusi yang mengaburkan perspektif kita tentang eksistensi. Jadi, seperti dikatakan oleh Imam Qusyairi, sebelum pembalikan perspektif eksistensial melalui kejadian kiamat kubra, para sufi telah mendahului penghapusan perspektif ilusif ini dengan jihad melawan hawa nafsu. Maka, barangsiapa fana dari kebodohannya, maka dia akan baqa (kekal) dengan ilmunya, dan barang siapa fana dari syahwatnya dia akan baqa dengan tobatnya. dan barang siapa yang fana dari ilusi dunia, maka dia akan baqa dengan tajalli-Nya. In the final analysis, seseorang yang fana dari eksistensi kedirian ilusifnya yang Batil, maka dia akan baqa dengan sifat-sifat yang Haqq. Dan karena Allah adalah al-Haqq, kefanaan dari kebatilan adalah sama artinya dengan kebaqaan dalam sifat-sifat al-Haqq. Ketika Kebenaran (al-Haqq) menampakkan diri, maka hancurlah segala ilusi dunia (dlm bahasa Qur'an, segala yang batil akan lenyap (kalah) dan yang haqq akan tampak (menang)). Pada taraf ini kesaksian akan Keesaan Tuhan tak lagi dalam tataran konseptual tetapi sudah menginjak pada tataran eksistensial. Dan karena segala wujud eksistensi adalah "pinjaman" dari Wujud al-Haqq, maka sufi yang sampai pada tahap ini akan mengalami fana kedua sebagai akibat dari kesaksian eksistensialnya atas kebenaran Keesaan Allah, yakni kefanaan eksistensi dirinya yang membuat dirinya lebur dalam Wujud Kebenaran. Karena itu, ada dua kali sujud dalam setiap rakaat shalat, yakni dua kali penghapusan (fana): penghapusan ilusi konseptual dan perspektif yang salah, dan penghapusan eksistensi diri yang ilusif (penghapusan sifat-sifat buruk dan nafsu rendahan). Dua kali penegasian akan menghasilkan kebaqaan- sebagaimana dua kali angka minus akan menghasilkan angka posiitif.

Demkianlah, kiamat dari satu sisi perspektif adalah penghapusan ganda, fana al-fana, "tiadanya tiada." Penafian berganda menghasilkan keadaan positif yang dalam bahasa Tasawuf disebut Baqa, yang berarti "kesatuan kontinuitas dengan Yang Maha Tunggal." Ini sama artinya dengan menegaskan Kehadiran atau Wujud Tuhan dalam setiap wujud pinjaman. Dengan kata lain, kiamat dalam satu pengertian adalah realisasi dari hadis "Insan adalah Rahasia-Ku, dan Aku adalah rahasia Insan."

Wa Allahu a'lam.
Tri Wibowo BS / Mbah Kanyut al-Jawi