Karamnya Kapal Rumah Tangga Saat Belum Jauh Berlayar …

Posted in Selasa, 22 Maret 2011
by Unknown
Oleh : Anggota Warkop Lesehan Mbah Lalar  ( http://www.facebook.com/home.php?sk=group_166387930047597&view=docs#!/home.php?sk=group_166387930047597&ap=1)

  • Seorang kawan bercerita kepada saya tentang
    kandasnya rumah tangga dengan suami. Kebetulan saya pernah mengajar di satu tempat bersama pasutri yang sangat taat beragama ini. Karena tidak lama bertemu, saya bertanya kabar sang suami. Kaget juga ketika mendengar jawaban bahwa mereka sudah bercerai. Saya memang tertinggal berita di tempat itu karena s...udah jarang mengajar di sana. Pernikahan berakhir di meja hakim.
    Saya mengenal sang suami terlebih dahulu beberapa tahun lalu. Saya tahu ia seorang aktivis yang sangat taat beragama. Waktu itu saya belum menikah. Ia bercerita pengalaman menikahnya yang baru berumur setahun ketika itu. Ia kenal sang istri lewat konsep ta’aruf. Lewat proses yang tidak lama menikahlah kedua pasangan itu. Semua tampaknya berjalan sesuai dengan prosedur dan indah. Namun, tiga tahun kemudian semua itu berakhir.


    Pengalaman lain saya dapatkan dari seorang sahabat. Sepekan sebelum menikah, ia datang ke rumah saya untuk curhat tentang pernikahan yang akan ia jalani. Awalnya, saya menyimak karena saya berpikir akan penuh dengan cerita-cerita bahagia. Kenyataannya tidak demikian. Sahabat saya itu bingung dengan sikap calon istrinya itu yang luar biasa egonya, bahkan masalah sekecil apa pun dibuat besar. Apalagi masalah yang besar, pasti lebih besar lagi.


    Semua itu sudah terlambat. Undangan sudah disebar, gedung sudah disiapkan, dan uang puluhan juta sudah dikeluarkan. Pernikahan dilaksanakan. Tiga bulan kemudian, sahabat saya itu menemui saya lagi karena sedang dalam konflik rumah tangga yang sangat tajam. Ia bingung menghadapi sikap istrinya. Entah apa masalahnya, sang istri mengajukan cerai. Tentu saja sahabat saya ini kaget luar biasa. Semua keluarga mereka turun tangan untuk menyelesaikan ini. Pisah ranjang sudah lebih dari dua bulan, tetapi hak sang istri tetap dipenuhi seperti biasa. Ibu sahabat saya menagis ketika saya berkunjung ke rumahnya. Ujungnya dapat ditebak, pernikahan berakhir hanya dalam usia beberapa bulan.


    Sederet kisah karamnya rumah tangga saya dapati juga dari teman-teman. Namun, hanya dua itu membuat saya cukup mewakili untuk diketengahkan di tulisan ini. Kisah pertama adalah kisahnya teman-teman yang tampak siap secara lahir batin karena didukung pemahaman agama yang kuat . Rumah tangga yang dibangun sekilas terasa indah. Entah apa sebenarnya titik masalah sesungguhnya karena itu bukan wilayah saya.


    Saya jadi teringat dengan buku-buku pranikah yang saya baca dan koleksi. Saya sedikit melihat persamaan dari pembahasan buku-buku itu. Semua mengisahkan indahnya pernikahan. Keberanian pria untuk melamar dan kesiapan wanita menerima lamaran dikupas habis-habisan. Semua dibungkus dengan bahasa yang indah. Indahnya hubungan, halalnya pertemuan, dan terbayang melakukan perjuangan seideologi bersama menjadi angan-angan. Kesuksesan membina pernikahan dikupas dari orang-orang yang mengalaminya. Ujungnya bisa ditebak, mereka yang membaca buku itu menjadi bersemangat untuk menyegerakan pernikahan.
    Namun, di situlah saya melihat kelemahan. Tidak ada atau mungkin sedikit pembahasan tentang masalah-masalah yang mungkin dan pasti akan timbul dalam sebuah rumah tangga. Rumah tangga adalah bersatunya dua manusia yang mempunyai persepsi masing-masing. Konflik atau masalah dalam rumah tangga bukan keniscayaan, tapi sebuah kepastian.


    Sayangnya, mental kita mungkin tidak disiapkan untuk menghadapi itu. Yang ada dalam benak bayangan kita adalah indah-indah semua. Pemahaman manajemen konflik rumah tangga yang minim atau bahkan tidak ada dapat berakibat fatal. Pernikahan yang dibangun dengan cara yang ihsan dapat berakhir dengan kegagalan karena ketidaksiapan dan ketidaktahuan dalam mengelola permasalahan dan konflik.


    Kisah kedua adalah kisah orang-orang kebanyakan. Bayangan indah saat masa pacaran tidak berubah menjadi keindahan yang nyata saat menjalani kehidupan rumah tangga. Hitungan tahun berpacaran, berakhir dalam hitungan kurang dari setahun usia pernikahan. Saya mencoba menginvetarisasi dengan sahabat saya itu kira-kira penyebab permasalahan yang timbul. Saya memulai dari segi materi. Rasanya tidak karena pasutri ini sudah sangat mapan dalam bekerja. Gaji mereka jauh di atas rata-rata standar minimum hidup di Jakarta. Bagaimana tidak mapan, suami kerja yang insinyur bekerja di perusahaan asing, istrinya bekerja di perusahaan swasta nasional. Kalo dibandingkan dengan saya, saya ini motor satu saja nyicil 2,5 tahun, sedangkan sahabat saya itu bisa beli motor saya dua buah cash tanpa menguras tabungan…hahaha…


    Lalu apa masalahnya? Apa karena kebanyak materi sehingga mereka berpisah. Saya mencoba untuk tidak terlalu jauh ke wilayah privat mereka. Apa pun masalahnya, semua tetap pada satu muara, yaitu ketidaksiapan dan ketidaktahuan atau bahkan ketidakinginan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Semua itu tidak dibebankan ke satu pihak, tapi kedua-duanya punya andil dalam ketidakseimbangan rumah tangga yang demikian. Jika ishlah atau damai sudah tidak dapat dicari solusinya, perceraian sepertinya menjadi solusi pahit yang harus mereka ambil.


    Kedua kisah di atas membuat saya berinstropeksi. Banyak pertanyaan yang keluar tentang diri saya dalam keluarga. Semua itu tidak membutuhkan jawaban lisan, tapi bukti nyata. Rumah tangga kami masih sangat berusia muda. Allah memberi kami dua anak sebagai amanah. Lebih tepatnya, Allah memberi saya tanggung jawab untuk membawa gerbong keluarga ini menuju jannah-Nya. Allahu Akbar…!! Sungguh ini semua tidak sanggup saya jalani, kecuali hanya kepada Allah saya memohon bimbingan. Saya bersyukur dipertemukan dengan orang-orang yang diberi ujian seperti dua kisah di atas. Kisah mereka memberi inspirasi tambahan kepada saya tentang definisi lengkap sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warohmah.


    Layaknya sebuah kapal pesiar. Perjalanan membelah lautan memang menawarkan sejumlah keindahan. Namun, gelombang dan rintangan siap datang menerjang. Di sanalah peran penting seorang nakhoda dalam mengendalikan kapal. Dan ia butuh dukungan dari awak kapal dan penumpang agar kapal yang dinaiki bersama tidak karam apalagi saat belum jauh berlayar. Wallahu’alam