Mbah Dalhar Watucongol

Posted in Jumat, 17 Juni 2011
by Mbah Kanyut
MBAH DALHAR WATUCONGOL


Beliau adalah salah satu Wali Allah daerah Jawa Tengah yang termasyhur pada zamannya, juga salah satu tokoh Tarekat Syadziliyyah yang disegani. Mbah Dalhar adalah salah satu guru utama dari Wali Allah yang “nyentrik,” Kyai Gus Miek (HAMIM DJAZULI), Ploso Kediri.
Mbah Dalhar lahir di Watucongol, Muntilan, Magelang pada 12 Januari 1870 (10 Syawal 1286 H), dan diberi nama Nahrowi oleh ayahandanya, yakni Kyai Abdurrahman ibn Abdurrauf ibn Hasan Tuqo (yang juga salah satu panglima perang Pangeran Diponegoro). Ayahanda Mbah Dalhar ini tergolong berdarah biru, yakni keturunan Sunan Amangkurat Mas. Kyai Hasan Tuqo juga memiliki julukan Raden Bagus Kemuning.
Kyai Nahrowi sejak kecil sudah diajari ilmu agama oleh ayahnya. Pada usia 13 tahun beliau mondok selama 2 tahun di pesantren asuhan Kyai Mad Ushul, Dukuh Mbawang, Salaman, Magelang. Kemudian beliau meneruskan belajar ke Syekh Sayyid Ibrahim ibn Muhammad al-Jilani al-Hasani selama hampir delapan tahun. Bersama putra gurunya, Sayyid Abdurrahman al-Hasani, beliau berangkat ke Mekah untuk menuntut ilmu. Selama di Mekah beliau berguru kepada Syekh Sayyid Muhammad Babashol al-Hasani di kawasan Misfalah. Sementara Sayyid Abdurrahman al-Hasani hanya sempat belajar selama 3 bulan karena ikut berjuang, Kyai Nahrowi muda beruntung bisa bertahan sampai 25 tahun. Sayyid Muhammad Babashol inilah yang memberi nama “Dalhar” kepada Kyai Nahrowi. Di tempat ini pula Kyai Dalhar memperoleh ijazah Thariqah Syadziliyyah dari Syekh Muhtarom al-Makki dan ijazah Dalailil al-Khayrat dari Sayyid Muhammad Amin al-Madani.
Mbah Dalhar sejak muda sudah senang menjalankan riyadhah dan mujahadah. Diriwayatkan beliau pernah berkhalwat selama 3 tahun di sebuah gua yang sempit, berpuasa dan hanya berbuka dengan 3 butir kurma dan seteguk air zam-zam. Beliau tidak pernah buang hajat besar dan kecil di kawasan tanah suci Mekah. Setiap kali hendak buang hajat beliau selalu keluar dari kawasan itu. Beliau juga terbiasa bangun malam dan melakukan banyak amalan. Selain mengamalkan zikir jahr (dengan bersuara), beliau juga melakukan zikir sirri (diam). Bahkan jika sudah tenggelam dalam zikir sirrinya, beliau bisa terus berzikir tanpa henti selama 3 hari 3 malam.
Selain mengajar di pesantren, beliau juga sempat menulis kitab, namun yang diketahui umum adalah Kitab Tanwirul Ma’ani, berbahasa Arab, berisi tentang manaqib Syekh Abil Hasan ‘Ali bin Abdillah bin Abdil Jabbar As-Syadzili Al-Hasani. Beberapa muridnya menjadi kyai besar seperti Kyai Mahrus (Lirboyo), Abuya Dimyati (Banten), Gus Miek (Ploso), Kyai Marzuki (Giriloyo) dan sebagainya.
Sesudah mengalami sakit selama kurang lebih 3 tahun, Mbah Kyai Dalhar wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1890 – Jimakir (1378 H) atau bertepatan dengan 8 April 1959 M. Ada yang meriwayatkan jika beliau wafat pada 23 Ramadhan 1959. Setelah beliau wafat, pesantrennya dikelola oleh putranya Kyai Ahmad Abdul Haq (Mbah Mad).

Karamah

Sebagaimana lazimnya Wali Allah, beliau juga dikaruniai karamah oleh Allah. Setiap memberi pengajian, suaranya bisa terdengar sampai sejauh 300 meter meski tanpa pengeras suara. Beliau tahu mana makam Wali Allah yang tidak diketahui oleh ulama lain. Beliau juga bersahabat dengan Nabi Khidir. Menurut satu riwayat, beliau sering dikunjungi oleh Nabi Khidir di pesantrennya, Darussalam Watucongol.