Beliau adalah sufi yang terkenal karena syair-syairnya. Syekh Ahmad al-Ghazali adalah adik dari tokoh sufi terkenal, Imam ABU HAMID AL-GHAZALI. Beliau juga dikenal sebagai pembela kehalalan musik dalam olah spiritual (sama’). Syekh Ahmad al-Ghazali juga kerap menganjurkan calon sufi untuk melakukan sama’, sebab sama’ adalah mubah hukumnya dan memiliki banyak manfaat. Menurutnya, musik dapat meningkatkan rasa cinta kepada Allah, dan, terutama bagi para ahli irfan, dapat mengantarkan kepada derajat tauhid yang sejati. Dalam salah satu risalahnya tentang musik spiritual, beliau menulis: sesungguhnya musik spiritual (sama’) bagi kelompok [sufi] ini adalah ibarat dari upaya yang sungguh-sungguh dalam memerhatikan berbagai cahaya rohani (asrar) yang sulit dimengerti dari syair-syair yang penuh dengan isyarat kerohanian … yang dilantunkan oleh penyanyi, disertai dengan esktasi (wajd) yang terdapat dalam hati seorang sufi (al-‘arif al-‘amil) dan sufi pemulia (al-murid al-kamil). Mereka mengerjakannya agar lepas dari berbagai cela dan dosa (al-‘adzar), dan tertarik ke hadirat Yang Maha Esa, Maha Kuasa, dan melihat isyarat-isyarat rohaniah (al-raqa’iq) dan berbagai cahaya rahasia rohani (al-asrar) melalui batin.
Nama lengkapnya adalah Abu al-Futuh Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad al-Thusi al-Ghazali. Dia memiliki laqab Majd al-Din atau Syihab al-Din atau Najm al-Din. Belai lahir di Thus, tetapi tidak diketahui dengan pasti kapan beliau lahir, tetapi yang jelas beliau dilahirkan setelah tahun 1058 (tahun kelahiran Imam Abu Hamid al-Ghazali), atau diperkirakan sekitar antara tahun 1061-1067. Ahmad al-Ghazali dan kakaknya sudah yatim piatu sejak kecil. Mereka diasuh oleh seorang sufi, saudara ayah mereka. Dalam perkembangan awalnya, kakak-beradik ini menempuh jalan agak berbeda. Syekh Ahmad al-Ghazali lebih cenderung ke jalan tasawuf lebih dulu ketimbang kakaknya. Syekh Ahmad al-Ghazali lebih suka berkhalwat dan menyendiri, dan menulis syair-syair cinta ilahi. Ketika sang kakak diterpa oleh penyakit skeptisisme yang akut, yang menyebabkannya sakit dan tak mampu memberikan kuliah di Madrasah Nizamiyah Baghdad, Syekh Ahmad Ghazali datang untuk menggantikan posisi kakaknya, sementara Imam al-Ghazali sendiri pergi meninggalkan jabatan dan keluarganya untuk terjun ke dunia sufi secara intensif.
Walaupun tidak setenar kakaknya, Syekh Ahmad al-Ghazali sangat populer di Baghdad. Pengaruhnya dapat dijumpai dalam karya-karya penyair sufi seperti al-Syrazi dan Hafidz. Kebersamaan Syekh Ahmad al-Ghazali bersama muridnya, Syekh AYN AL-QUDAT AL-HAMADZANI, yang hanya berlangsung 20 hari, mampu mengubah diri Syekh Ayn Qudhat al-Hamadzani menjadi sufi paripurna. Murid lain dari Syekh Ahmad al-Ghazali yang juga termasyhur adalah Syekh Abd al-Qahir Abu Najib al-Suhrawardi, paman pendiri tarekat Suhrawardiyyah. Syekh Ahmad al-Ghazali meninggal sekitar tahun 1126 di Qawzin.
Ajaran dan karamah
Syekh Ahmad al-Ghazali menyusun sejumlah risalah mistik, tak kurang dari tujuh kitab. Salah satunya adalah risalah mengenai sama’ yang berjudul Bawariq al-Ilma fi al-Rad ‘ala man Yuharrim al-Sama’ bi al-Ijma” (Kilauan Cahaya Terang dalam Menolak Orang yang Mengharamkan Musik melalui Ijma’). Menurutnya, salah satu faedah sama’ adalah dapat mengantar sufi ke derajat al-kummal al-iyani, derajat yang tidak bisa dicapai hanya melalui riyadhah saja. Al-sama’ juga dikatakan menghimpun beberapa kondisi spiritual (ahwal) yang sempurna, yakni puncak maqamat. Kata sama’ terdiri dari huruf sin dan mim, yang menurut Syekh Ahmad al-Ghazali mengisyaratkan makna al-sammu (racun), dan karenanya sama’ adalah ibarat racun yang mematikan seseorang dari ketergantungannya kepada selain Allah, sekaligus mengantarkannya ke tingkatan ghaib (maqamat al-ghaibiyyah). Selain itu, sin dan mim juga membentuk kata al-sama yang berarti “langit” yang berarti musik sama’ bisa mengantar kepada ketinggian martabat. Sedangkan huruf mim dan ain mengisyaratkan kata ma’a (kebersamaan), sebab sufi yang melakukan sama’ akan sampai ke derajat kebersamaan dengan Tuhannya (al-ma’iyyah al-dzatiyah al-ilahiyah).
Kitab lain yang terkenal adalah Sawanih, “Pepatah Tentang Kekasih,” yang mengukuhkannya sebagai ahli mistik besar di dunia Islam. Ahmad al-Ghazali dalam kitab ini berbicara tentang rahasia hubungan timbal-balik antara kekasih dan yang dikasihi, seperti cermin. Syekh Ahmad al-Ghazali menyentuh rahasia penderitaan dalam kekasih, harapannya dalam keputusasaan, dan rahasia rahmat Tuhan yang tak terperikan. Hadits qudsi yang dikutipnya adalah “Kebijaksanaan di dalam tindakan-Ku menciptakan engkau adalah untuk melihat bayangan-Ku dalam cermin jiwamu, cinta-Ku dalam hatimu.”
Salah satu karamahnya yang paling masyhur dan memberi kontribusi pada perubahan hidup kakaknya adalah sebagaimana kisah berikut. Suatu ketika Imam al-Ghazali menjadi imam di masjidnya, sementara Syekh Ahmad al-Ghazali tidak mau menjadi makmumnya. Karenanya Imam al-Ghazali meminta kepada ibunya agar menyuruh sang adik itu mau menjadi makmum agar Imam al-Ghazali tidak terkena tuduhan buruk dari masyarakat. Setelah mendapat perintah dari ibunya, maka Syekh Ahmad al-Ghazali pun bersedia menjadi makmum. Namun di tengah-tengah shalat Syekh Ahmad al-Ghazali memisahkan diri dan melakukan shalat sendirian (munfarid). Selesai shalat Imam al-Ghazali bertanya kepada adiknya mengapa ia memisahkan diri. Syekh Ahmad al-Ghazali menjawab bahwa beliau melihat perut Imam al-Ghazali penuh darah. Imam al-Ghazali pun mengaku bahwa saat shalat, dirinya berpikir tentang penulisan persoalan darah haid.
Mbah Kanyut - Lereng Merapi, 2011
0 komentar:
Posting Komentar